Ketika mendapat promosi dari gubernur Madinah, menjadi Khalifah – karena didaulat oleh hampir seluruh anggota masyarakat, Umar bin Abdul Aziz menangis dan pingsan. Ia menyatakan, beban kewajiban seberat ribuan gunung telah diletakkan ke pundaknya, padahal untuk mengurus diri sendiripun ia merasa belum mampu. Sekarang diberi amanah mengurus umat. Usai upacara pelantikan menjadi Khalifah – Kepala Negara, Umar langsung melakukan tindakan drastis. Antara lain melarang sanak keluarganya bergerak di bidang bisnis dan politik. Menanggapi keluhan sanak kelaurganya, beliau berucap, “Saya tidak ingin sanak keluarga saya menanjak karier bisnis dan politiknya karena bergayut kepada posisi kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.“ Kemudian beliau melanjutkan, “Toh masih banyak sumber rejeki yang bersih dari nepotisme dan kolusi. Kalian bisa berhasil disitu, tanpa orang lain mengaitkannya dengan kedudukan Umar.“
Selang beberapa lama kemudian, salah seorang keluarga Umar mengeluh “Ketika Umar belum menjadi Khalifah, karier kita melaju pesat. Tapi setelah menjadi khalifah kita terpuruk dratis. Padahal, khalifah-khalifah lain sebelum dia justru memberi kesempatan kepada sanak keluarganya untuk berkembang dibawah naungan kekuasaannya.” Mendengar “omelan“ itu, Umar berkomentar “Aku tidak ingin menambah dosa – dosa yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, dengan tindakanku melindungi KKN.“
Menyaksikan hal itu, panasehat Khalifah bertanya “Apakah Anda tidak takut dimusuhi mereka, wahai Amirul Mukminin? Mereka telah terbiasa mendapat fasilitas sejak zaman awal Dinasti Umayyah. Kini mereka kehilangan segala sumber kekayaan duniawi akibat tindakan Anda. Mereka pasti menentang Anda.” “Saya lebih takut dimurkai Allah SWT.Azab Allah terhadap hamba yang membangkang kepada-Nya dan menentang sunnah Rasul-Nya, lebih berat daripada ancaman manusia yang kehilangan fasilitas tidak sah. Tidak, wahai penasehatku. Aku tidak takut oleh kebencian manusia-manusia yang zalim terhadap rakyat. Justru aku lebih takut oleh doa rakyat yang dizalimi dan merasa diabaikan haknya olehku sebagai pemimpin mereka,” jawab Umar. Umar bin Abdul Aziz adalah Khalifah selain sangat tekun dalam beribadah juga selalu mengajak rakyatnya untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Jika ada pegawai yang suka melanggar aturan Allah, menghalangi kebaikan, dan mendukung kemungkaran, maka Umar tidak segan-segan untuk memecatnya dan menggantikannya dengan orang lain yang mampu dan amanah.
Ketika Umar bin Abdul Aziz memeriksa daftar sertifikat tanah, ia menemukan bahwa ayahnya Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam memiliki perkebunan kurma yang amat luas dan subur di Khaibar, dekat Madinah. Harta itu diwariskan kepadanya. Akhirnya kebun itu Umar serahkan menjadi milik Baitul Mal ,atau Kas Negara. Satu hari, Umar bin Abdul Aziz mendapat hidangan makan berbeda dari biasanya. Di situ terdapat sepotong roti yang masih hangat, harum, dan membangkitkan selera. ”Dari mana roti ini?“ tanya Khalifah kepada isterinya. “Buatan saya sendiri. Tidak lain, untuk menyenangkan hati Anda yang setiap hari sibuk mengurus umat,“ jawab isterinya. “Berapa kau habiskan uang untuk membeli terigu dan rempah-rempahnya?“ kilah Umar lagi. “Hanya tiga setengah dirham saja,“ isterinya menjawab penuh keheranan. ”Aku perlu tahu asal-usul benda yang akan masuk ke dalam perutku, agar aku dapat mempertanggung jawabkannya di hadirat Allah SWT. Nah, uang tiga setengah dirham itu dari mana?“. “Setiap hari saya menyisihkan setengah dirham dari uang belanja yang Anda berikan, wahai Amirul Mukminin, sehingga dalam seminggu terkumpul tiga setengah dirham untuk membeli bahan-bahan roti yang halalan thayyiban,“ ujar isterinya. ”Baiklah kalau begitu. Saya percaya, asal usul roti ini halal dan bersih.Ternyata biaya kebutuhan hidup kita sehari-hari perlu dikurangi setengah dirham, agar kita mendapat kelebihan yang membuat kita mampu memakan roti atas tanggungan umat,“ jawab Umar, yang hari itu juga mengeluarkan instruksi kepada bendahara Baitul Mal untuk mengurangi belanja hariannya setengah dirham. “Saya juga akan berusaha mengganti harga roti itu, agar hati dan perut saya tenang dari gangguan perasaan, karena telah memakan harta umat demi kepentingan pribadi.“
Kisah lain. Seorang tamu berkunjung larut malam, kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah menyambut salam dan mempersilakan tamu itu duduk, Khalifah bertanya “Apakah keperluan Anda berkaitan dengan dinas atau pribadi?”. ”Cuma masalah pribadi, ya Amirul Mukminin,“ jawab sang tamu. ”Jika demikian, baiklah kita bergelap-gelapan saja. Aku tidak punya lampu pribadi .Yang ada adalah lampu milik umat“. ”Mengapa tidak itu saja dinyalakan?“ tanya tamu keheranan. “Tidak bisa. Jika kita menggunakan lampu milik umat untuk urusan pribadi, berarti kita korupsi, merusak amanat. Saya dan Anda tidak akan mampu menahan azab Allah kelak di akhirat. Hukuman terhadap orang yang merusak amanat, Masya Allah, amat berat. Kita lebih mampu menahan gelap di ruang tamu ini daripada menahan gelap di alam kubur yang belum tentu kita selamat dari siksanya.”
Diriwayatkan selama kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, antara lain antara serigala dan kambing, bisa hidup berdampingan dalam satu padang gembala. Ketika ditanya bagaimana mungkin serigala itu tidak menyerang kambing, sang pengembala menjawab “Bila kepala baik maka seluruh badan akan baik.“ Umar bin Abdul Aziz, melarang aparat Negara dan rakyat menyiksa hewan. Kepada Hayyan, pejabatnya di Mesir, Umar menyatakan bahwa pengangkut barang dilarang dimuati melebihi 600 rithl ( 240 kg ).
Ketika Umar bin Abdul Aziz wafat, tidak berapa lama kemudian, datang seseorang menemui Fatimah, isterinya dan bertanya mengenai kesannya terhadap Pemimpin yang adil itu. “Demi Allah, perhatiannya kepada kepentingan rakyat lebih besar daripada perhatiannya kepada kepentingan dirinya sendiri. Dia telah serahkan raga dan jiwanya bagi kepentingan rakyat.“ Wallahualam. **
Selang beberapa lama kemudian, salah seorang keluarga Umar mengeluh “Ketika Umar belum menjadi Khalifah, karier kita melaju pesat. Tapi setelah menjadi khalifah kita terpuruk dratis. Padahal, khalifah-khalifah lain sebelum dia justru memberi kesempatan kepada sanak keluarganya untuk berkembang dibawah naungan kekuasaannya.” Mendengar “omelan“ itu, Umar berkomentar “Aku tidak ingin menambah dosa – dosa yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, dengan tindakanku melindungi KKN.“
Menyaksikan hal itu, panasehat Khalifah bertanya “Apakah Anda tidak takut dimusuhi mereka, wahai Amirul Mukminin? Mereka telah terbiasa mendapat fasilitas sejak zaman awal Dinasti Umayyah. Kini mereka kehilangan segala sumber kekayaan duniawi akibat tindakan Anda. Mereka pasti menentang Anda.” “Saya lebih takut dimurkai Allah SWT.Azab Allah terhadap hamba yang membangkang kepada-Nya dan menentang sunnah Rasul-Nya, lebih berat daripada ancaman manusia yang kehilangan fasilitas tidak sah. Tidak, wahai penasehatku. Aku tidak takut oleh kebencian manusia-manusia yang zalim terhadap rakyat. Justru aku lebih takut oleh doa rakyat yang dizalimi dan merasa diabaikan haknya olehku sebagai pemimpin mereka,” jawab Umar. Umar bin Abdul Aziz adalah Khalifah selain sangat tekun dalam beribadah juga selalu mengajak rakyatnya untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Jika ada pegawai yang suka melanggar aturan Allah, menghalangi kebaikan, dan mendukung kemungkaran, maka Umar tidak segan-segan untuk memecatnya dan menggantikannya dengan orang lain yang mampu dan amanah.
Ketika Umar bin Abdul Aziz memeriksa daftar sertifikat tanah, ia menemukan bahwa ayahnya Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam memiliki perkebunan kurma yang amat luas dan subur di Khaibar, dekat Madinah. Harta itu diwariskan kepadanya. Akhirnya kebun itu Umar serahkan menjadi milik Baitul Mal ,atau Kas Negara. Satu hari, Umar bin Abdul Aziz mendapat hidangan makan berbeda dari biasanya. Di situ terdapat sepotong roti yang masih hangat, harum, dan membangkitkan selera. ”Dari mana roti ini?“ tanya Khalifah kepada isterinya. “Buatan saya sendiri. Tidak lain, untuk menyenangkan hati Anda yang setiap hari sibuk mengurus umat,“ jawab isterinya. “Berapa kau habiskan uang untuk membeli terigu dan rempah-rempahnya?“ kilah Umar lagi. “Hanya tiga setengah dirham saja,“ isterinya menjawab penuh keheranan. ”Aku perlu tahu asal-usul benda yang akan masuk ke dalam perutku, agar aku dapat mempertanggung jawabkannya di hadirat Allah SWT. Nah, uang tiga setengah dirham itu dari mana?“. “Setiap hari saya menyisihkan setengah dirham dari uang belanja yang Anda berikan, wahai Amirul Mukminin, sehingga dalam seminggu terkumpul tiga setengah dirham untuk membeli bahan-bahan roti yang halalan thayyiban,“ ujar isterinya. ”Baiklah kalau begitu. Saya percaya, asal usul roti ini halal dan bersih.Ternyata biaya kebutuhan hidup kita sehari-hari perlu dikurangi setengah dirham, agar kita mendapat kelebihan yang membuat kita mampu memakan roti atas tanggungan umat,“ jawab Umar, yang hari itu juga mengeluarkan instruksi kepada bendahara Baitul Mal untuk mengurangi belanja hariannya setengah dirham. “Saya juga akan berusaha mengganti harga roti itu, agar hati dan perut saya tenang dari gangguan perasaan, karena telah memakan harta umat demi kepentingan pribadi.“
Kisah lain. Seorang tamu berkunjung larut malam, kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah menyambut salam dan mempersilakan tamu itu duduk, Khalifah bertanya “Apakah keperluan Anda berkaitan dengan dinas atau pribadi?”. ”Cuma masalah pribadi, ya Amirul Mukminin,“ jawab sang tamu. ”Jika demikian, baiklah kita bergelap-gelapan saja. Aku tidak punya lampu pribadi .Yang ada adalah lampu milik umat“. ”Mengapa tidak itu saja dinyalakan?“ tanya tamu keheranan. “Tidak bisa. Jika kita menggunakan lampu milik umat untuk urusan pribadi, berarti kita korupsi, merusak amanat. Saya dan Anda tidak akan mampu menahan azab Allah kelak di akhirat. Hukuman terhadap orang yang merusak amanat, Masya Allah, amat berat. Kita lebih mampu menahan gelap di ruang tamu ini daripada menahan gelap di alam kubur yang belum tentu kita selamat dari siksanya.”
Diriwayatkan selama kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, antara lain antara serigala dan kambing, bisa hidup berdampingan dalam satu padang gembala. Ketika ditanya bagaimana mungkin serigala itu tidak menyerang kambing, sang pengembala menjawab “Bila kepala baik maka seluruh badan akan baik.“ Umar bin Abdul Aziz, melarang aparat Negara dan rakyat menyiksa hewan. Kepada Hayyan, pejabatnya di Mesir, Umar menyatakan bahwa pengangkut barang dilarang dimuati melebihi 600 rithl ( 240 kg ).
Ketika Umar bin Abdul Aziz wafat, tidak berapa lama kemudian, datang seseorang menemui Fatimah, isterinya dan bertanya mengenai kesannya terhadap Pemimpin yang adil itu. “Demi Allah, perhatiannya kepada kepentingan rakyat lebih besar daripada perhatiannya kepada kepentingan dirinya sendiri. Dia telah serahkan raga dan jiwanya bagi kepentingan rakyat.“ Wallahualam. **
Sumber: Pontianakpost.com
Judul: Gebrakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Writen By Anonim
Thaks For Visiting My Blogs
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Writen By Anonim
Thaks For Visiting My Blogs