lapaku.com

Jangan Jadi Da'i Bermental Kerupuk

Apa yang akan Anda lakukan jika secara tiba-tiba saat Anda dan beberapa teman yang ikut bersama Anda berdakwah ke jalan Allah di sebuah kampung -yang mayoritas penduduknya orang-orang nonmuslim- beberapa orang dari mereka mendatangi Anda lalu dengan kasar mengusir Anda semua sambil menghujani dengan kata-kata kotor dan menghalau dengan senjata tajam? Apakah setelah itu semangat dakwah Anda menjadi ciut, kendor lalu meninggalkan dakwah karena takut mati, takut menderita dan sebagainya, atau bagaimana?

Kalau orang-orang kafir meneriaki atau memaki dan seterusnya seorang atau sekelompok orang muslim yang berdakwah ke jalan Allah itu adalah suatu hal yang biasa, malah bukan suatu hal yang luar biasa jika jalan dakwah tidak penuh onak dan duri, karena dakwahnya para nabi dan rasul tak lepas dari itu. Disanalah ujian kejujuran, ketulusan, keikhlasan, keyakinan, ketakwaan itu dinilai dan derajat seorang hamba dinaikkan. Kita bisa membuka kembali sejarah perjuangan para nabi dan rasul, terutama rasul-rasul ulul azmi (Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, Muhammad SAW)

Setelah Allah perintahkan kita beriman, lalu beramal saleh, kemudian saling berwasiat pada kebenaran, Allah perintahkan kita untuk saling berwasiat pada kesabaran, kenapa? Karena jalan keimanan, jalan amal saleh, dan jalan berbuat kebenaran memang penuh dengan ujian, godaan, dan onak-duri, disanalah perlu untuk selalu dipupuk jiwa yang teguh dan sabar.

Dan kalau orang muslim ikut-ikut pula meneriaki/ memaki/ menertawakan/ mencemooh/ dll. saudara-saudaranya seislam yang menyampaikan dakwah, itu memang aneh. Keimanan di hatinya mungkin perlu ia cermati dan kaji ulang. Bukankah ketika ia mendapatkan saudara-saudaranya berlaku khilaf, misalkan, diluruskan dengan cara yang bijaksana.

Dalam hal penilaian tentang sebuah amalan, Allah telah sangat jelas menyebutkan dalam al-Quran, bahwa Allah memerintahkan kita untuk beramal, dan biarkan Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman yang melihat amalan itu. Apakah semua orang yang mengatakan dirinya beriman dengan lisan mereka? Tentu tidak!! Orang yang beriman dengan hati, dengan lisan dan dengan amalan mereka.

Adapun orang kristen dan orang yahudi, yang di dalam hati mereka telah tertanam kebencian terhadap kaum muslimin, tidak akan pernah ridha sedikitpun dengan apapun yang dilakukan orang muslim, sampai kaum muslimin mengikuti ajaran mereka, dan hal ini tentu telah maklum bagi kita sebagaimana termaktub dalam Alqur`an.

Lalu apa sebab pengusiran juru dakwah yang mungkin banyak terjadi? Mungkin karena satu hal sebelumnya yang membuat orang kampung itu marah dan mungkin juga memang orang kampung itu tidak suka dengan kehadiran mereka karena diprovokasi pihak tertentu, wallahu a`lam.

Kalau mereka diusir dan diteriaki dengan ungkapan di atas tanpa sebab yang jelas, karena faktor benci, tidak suka, dsb (misalkan), ya itu hal yang lumrah dalam jalan hidup seorang da`i, tidak hanya manusia biasa, nabi dan rasul saja dikatakan gila, penyihir dll, bahkan Allah SWT yang telah menciptakan dan mencurahkan nikmat-Nya pun tak luput menjadi objek pelecehan orang-orang kafir.

Bahkan Nabi saja sewaktu berdakwah ke Thaif juga ditolak, diperlakukan secara kasar, biadab, sampai beliau diusir dari sana oleh penduduk Thaif sambil melempari beliau dengan batu dan kata-kata penuh ejekan. Lemparan batu yang mengenai Nabi Saw demikian hebat sehingga tubuh beliau berlumuran darah. Dalam perjalan pulang Rasulullah Saw menjumpai suatu tempat yang dirasa aman dari gangguan orang-orang jahat tersebut, kemudian beliau berdoa,

"Wahai Tuhanku, kepada Engkaulah aku adukan kelemahan tenagaku dan kekurangan daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Rahim, Engkaulah Tuhannya orang-orang lemah dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapa Engkau menyerahkan diriku? Kepada Musuh yang akan menerkam aku atau kepada keluarga yang keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asalkan Engkau tidak marah kepadaku. Sedangkan afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya muka-Mu yang mulia yang menyinari langit dan menerangi segala yang gelap dan atas-Nyalah teratur segala urusan dunia dan akhirat Dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahan-Mu atau dari Engkau turun atasku azab-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau."

Demikian sedihnya doa yang dipanjtakan kepada Allah oleh Nabi Muhammad Saw sehingga Allah mengutus malaikat Jibril untuk menemui beliau. Setibanya di hadapan Nabi, Jibril memberi salam seraya berkata, "Allah mengetahi apa yang terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu." Sambil berkata demikian Jibril memperlihatkan para malaikat itu kepada Rasulullah Saw.

Malaikat itu berkata, "Wahai Rasulullah kami siap untuk menjalankan perintah tuan. Jika Tuan mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya."

Mendengar tawaran malaikat itu Rasulullah Saw dengan sifat kasih sayang nya berkata, "Walaupun mereka menolak ajaran islam, saya berharap dengan kehendak Allah keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya." Sungguh sebuah sikap yang patut untuk diteladani seorang dai yang senantiasa mengajak manusia ke jalan Allah.

Tapi kalau kesalahan itu terletak pada diri dai`-nya janganlah pula kita ikut menertawakan mereka, orang-orang beriman itu bersaudara, satu tubuh, satu jasad, perbaikilah kesalahan mereka dengan penuh cinta, kasih sayang dan penuh hikmah. Dan tunjukanlah mereka jalan dakwah dan metode dakwah yang tepat dan akan diterima itu bagaimana. Dakwah yang dicontohkan oleh Rasul SAW.

Itu jugalah tantangan kita selaku umat islam. Terutama yang tengah menuntut ilmu agama. Bagaimana ketika kita kembali ke tengah masyarakat nanti mampu menghadirkan dakwah yang menyejukkan hati masyarakat, melembutkan hati mereka, mencerdaskan mereka, semakin mengikat silaturahmi diantara mereka, dan memperkuat keimanan mereka.

Karenanya kita perlu persiapkan bekal yang cukup. Bekal ilmu dan metode dakwah. Bekal iman dan takwa, bekal ikhlas, bekal mental, dan bekal-bekal penting lainnya. Ilmu yang mencakup segala sisi dan dimensi kehidupan beragama, berbangsa, bernegara, mencakup dunia dan akhirat, dan utamanya tentu pengusaan kita di bidang kita masing-masing. Seperti bidang hadits, tafsir, fiqh, sejarah, dakwah, aqidah, dst. Jika saja setiap tahun Universitas-universitas Agama di Indonesia dan luar negeri melahirkan 100 bahkan 1000 sarjana yang betul-betul mengusai bidangnya masing-masing (poinnya disini adalah: menguasai, karena nilai mungkin bisa dikejar dan didapat dengan SKS( sistim kebut semalam atau seminggu atau sebulan), tapi penguasaan itu tentu harus melewati lorong-lorong proses yang cukup panjang, melelahkan, menguras keringat, tenaga, menguji keikhlasan, dan kesabaran untuk tidak cepat-cepat naik di pentas kepopuleran, ilmu yang fiss-shuduur la fis-sutuur, serta adanya taufik dan inayah dari Allah Sang Pemilik Ilmu ), insya Allah sekembalinya mereka ke masyarakat, mereka akan memberi pencerahan pada masyarakat kelak. Apalagi jika sudah menyabet gelar MA dan DR.

Pada Intinya seorang dai harus betul-betul menyadari bahwa tugas dakwah itu adalah tugas yang cukup berat, tugas yang memerlukan energi ketegaran yang cukup tangguh menghadapi berbagai ujian dan cobaan di jalan dakwah. Betapa banyak orang yang terjatuh dan meninggalkannya. Dan betapa banyak pula yang tetap istiqamah walau badai cobaan menghadang, walau kemiskinan, kesulitan menghambat, tapi hati telah teguh dan mantap seteguh karang di lautan yang akan senantiasa kokoh walau diterjang apapun, sampai ia meninggal di jalan dakwah. Tinggal kita mau pilih yang mana, mau pilih mental seteguh batu karang atau mental kerupuk.

marif_assalman@yahoo.com

Sholat Jum'at dan Cabe Merah !

Kemarin hari Kamis 25 Maret 2010 saat istirahat sekitar kurang lebih jam 13.30 saya biasa jalan kaki di sekitar kantor di jalan Novokunetskaya yang tidak jauh dari stasiun Metro ( kereta bawah tanah ) Novokuznetsakay. Kalau di tanya teman-teman sekantor " Mau kemana ? " Saya jawab " Biasa... nyari angin " lumayan istirahat sekitar 45 menit, waktu tersebut digunakan untuk sholat Dzuhur dan makan siang. Nah kalu sedang puasa sunnah Senin atau Kamis, setelah sholat punya waktu yang lebih panjang, sekitar 30 menit, karena tak perlu makan siang, lumayan jalan-jalan di sekitar kantor.

Nah saat jalan-jalan inilah yang melatar belakangi tulisan ini..... mengapa ? Karena sedang jalan-jalan tiba-tiba saya melihat seorang teman yang sudah hampir sebulan lebih tak pernah kelihatan ... terutama pada saat sholat Jumat di KBRI ... , saya kwatir teman saya ini sakit atau ada sesuatu yang menghalanginya untuk sholat Jum'at. Bila saat Jum'at sudah berapa lama saya tidak melihat teman yang satu ini ... kemana gerangan ? .... sakit kah ? Pernah saya tanya ke teman yang juga dekat dengannya, " Kemana teman kita ? " Maka jawab teman yang satu lagi ... wah memang repot dia... entah kenapa saya juga tak tahu, katanya sih pernah diskusi pada teman-teman yang lain tentang Islam yang menyebakan dia agak kecewa, karena dia tak mendapat respon yang positif.

Aku pikir, akh masa iya, hanya karena berbeda pendapat maka tak sholat Jum'at. Begitu pikirku setiap Jum'at... pernah mau telpon dan mau ke rumahnya untuk melihatnya.... namun karena pekerjaan yang sedang bertumpuk-tumpuk selalu ... menjadi lupa ! Lagi pula kalau ke rumahnya harus punya waktu ekstra, karenanya rumah jauh.... apa lagi masih dingin dan iklim yang tidak menentu menjelang musim semi. Suhu yang turun naik dan tak menentu yang menyebabkan penyakit flu dan batuk-batuk.

Kembali ke awal cerita... saat saya melihat teman saya ... saya langsung teriak ...hai ! Nah saya melihat saya teman saya yang memang selalu riang... langsung saya dipeluknya ....saya dipeluknya erat sekali ... terasa cukup lama memang tak bertemu, dan saat bertemu ya saat sholat Jum'at itu. Sahabat saya ini memang aktif, bila datang lebih awal, dia langsung menggelar sejadah... tak banyak bicara, tapi kalau sudah bicara nyerocos terus tanpa bisa di rem, apa lagi kalau diskusi soal agama dan Al Qur'an... wah bisa berjam-jam, kalau mau dilayani... karena memang dia haus akan siraman rohani, ya maklum ... selama ini karena pengaruh lingkungan di Rusia yang saat itu Komunis... ya mau mau tak mau "menyerepet" juga ke sahabat saya ini, ya setengah ragu-ragu gitu. Namun kini dia sudah kembali ke cahaya Illahi ... rajin sholat dan membaca Al Qur'an yang terjemahannya pakai bahasa Rusia... nah ini yang membuat diskusi denganya menjadi menarik, karena terjemahan yang pakai bahasa Rusia .... bukan lain sih, tapi ada terjemahan atau tafsiran yang membuat bebas atau liar, nah mau tak mau saya harus mengeremnya dengan menjelaskan... bukan begitu maksud ayat itu, begitu seterusnya, karena memang dia sering bertanya dan pertanyaan kadang-kadang tiba-tiba, misalnya, Coba buka surat sekian ayat sekian, apa pendapat you ? Begitu katanya. jadi tanpa basa-basi langsung ke titik persoalan, Maka saya sering dibuat "gelagapan" ... ayo mari kita lihat suratnya sama-sama", begitu kata saya dan diskusipun mengalir ... walau kadang-kadang pengaruh komunisnya sangat terasa, ketika dia bicara atau menafsirkan Al Qur'an dengan bahasanya sendiri, yang kadang-kadang seenaknya dia aja ! Makanya dengan teman-teman saya yang lain dia mendapat "serangan" bukan-bukan begitu..., salah itu..., keliru itu .... Pokonya heboh kalau teman yang satu ini datang ! Kadang-kadang sehabis sholat Jum'at... langsung aja tangan saya di tarik.... " Coba buka surat ini ayat ini, apa pendapat You ? " Begitu caranya dia mengajak saya diskusi. Dia begitu bergairah... karena memang saat di sholat Jum'at lah dia bernostalgia dengan teman-temannya sesama bangsa Indonesia dulu, dia sekarang sudah warga negara Rusia, tinggal di Rusia, dia eks Mahid ( Mahasiswa Indonesia ) yang menetap di Rusia sekarang ini.

Sampai mana tadi ? Oya ... setelah bertemu di jalanan tadi ... saya tanya kepadanya : " Kemana aja... tak kelihatan-kelihatan sholat Jum'at, sakit yakh ? Ada apa ? Kenapa ? Saya serbu dengan berbagai pertanyaan ... sahabat saya tertawa ... sambil menjawab, " Enggap apa-apa kok... cuma saya sholat Jum'atnya sekarang di dekat rumah saya, ada Masjid baru ", katanya. " Akh masjis baru di mana ? Tanya saya, " saya kok gak tahu sih ada Masjid Baru ?

" Itu loh di dekat Metro Borodino, di taman Kemenangan Borodino", katanya. " yang di pojok itu yakh ? Kata saya, 'Iya benar " jawabnya. " Ye... kalau itu sih saya sudah tahu dan sayapun pernah sholat di sana, itu bukan Masjid baru... itu sudah beberapa tahun berdiri di sana " Kata saya. " Oh gitu toh " katanya.

Oh... itu toh alasan yang menyebabkan sahabat saya ini beberapa lama tak sholat Jum'at di KBRI, saya kira dia sakit atau ada apa-apa, karena kasihan dia sendiri di rumahnya, tak ada sanak keluarga. tak ada orang Indonesia di sekitar rumahnya atau yang terdekat apartemen dengan rumahnya, walaupun dia sekarang warga negara Rusia, namun dia Muslim, sedangkan sesama muslim adalah saudara, lagi pula bagaimanapun dia adalah " tetap orang Indonesia " hanya politiklah yang "memisahkan " kami, hanya pasporlah yang membedakan kami. Dia berpaspor merah ( memang merah paspornya ) warga negara Rusia dan saya berpaspor hijau warga negara Indonesia, tapi kami disatukan dengan Islam !

Kembali kepada pertemuan tadi, " Loh sekarang mau kemana ? " tanya saya. Coba apa jawabnya : " saya mau tanya, di mana toko Vietnam yang menjual cabe merah ? " Ya ampun.... jauh-jauh ke kantor hanya mau tanya cabe merah ! Kan bisa telpon , atau mungkin dia juga kangen dengan teman-temannya orang-orang Indonesia, yang pasti dapat di jumpai di KBRI.

Nah keunikan muncul di sini .... ya itu tadi ... jauh-jauh ( rumahnya memang jauh... kurang lebih delapan stasiun metro harus dilaluinya dari kantor ke rumahnya atau memakan waktu sejam lebih, itupun harus di sambung lagi dengan naik bus ke rumahnya/apartemnnya ) hanya mencari toko Vietnam yang menjual cabe merah !

Mengapa di toko Vietnam ... ya memang di situ adanya, ada di toko atau di swalayan, tapi harganya tak kira-kira.... harganya di swalayan bukan per kilo gram, tapi satuan, begitu juga di pasar ( rinok, orang Rusia menyebutnya) jual satuan kalau musim dingin, karena langkahnya, satu cabe bisa sampai 10 rubel ( Rp 3500 ! ) di swalayan 5 - 10 buah yang sudah di pax pakai plastik cabe harganya antara 250 -350 rubel ! nah kalu musim panas nanti harga akan turun hitungan per kg, minimal 100 rubel ! Sebagai bandingan harga magga per Kg 590 rubel ( Rp 332.500,- ) ! Makanya kalau saya liburan ke Indonesia, saya selalu "dendam" pada mangga, saya makan mangga hampir tiap hari kalau lagi di Indonesia, habis kangen sih dan harganya "murah meriah ", Bolehkan kangen mangga ?

Kembali ke teman saya. setelah saya beritahu tempatnya dengan menujukkan peta Metro, teman saya itu kembali dan langsung menuju ke pasar Vietnam untuk membeli Cabe ! Sambil balik belakang ... " sampai jumpa besok di hari Jum;at, saya akan sholat Jum'at di KBRI lagi !

Ini mungkin seperti cerita mengada-mengada... hanya karena ingin makan sambel yang bahan bakunya cabe.... orang harus jauh-jauh berburu cabe. Tapi ini fakta... di Moskow ibu-ibu bisa-bisa pinjam meminjam cabe ! Loh kok bisa... yaitu tadi... karena cabe di Moskow bisa hilang dari peredaran, tak ada di toko-toko dan di pasar swalayan, apa lagi kalau musim dingin cabe nyaris tak ada. Makanya kalau musim panas, saat cabe banyak... ibu-ibu warga Indonesia berburu cabe dan membeli cabe di borong sekaligus, 5-10 Kg untuk di simpan di kulkas ! Ya mungkin ini uniknya hidup di Rusia...nabung bukan hanya uang... tapi juga menabung cabe ! Makanya bahagialah Indonesia dan hidup di Indonesia ... sekurang-kurangnya masih bisa bertemu cabe, masih bertemu sambel ! Alhamdulillah.

Oke sekian dulu ceritanya, sampai jumpa di lain kisah.

Jalan Panjang Menuju Kecerdasan dan Kemandirian

Mentari telah naik sepenggalah di pagi itu, ketika para peserta Islamic Book Fair tengah men-display barang-barang di stand mereka dalam rangka menyambut pengunjung yang diperkirakan mencapai puncaknya pada dua hari terakhir di akhir pekan itu. Rona cerah memancar di masing-masing wajah mereka. Mereka begitu berharap omset di akhir pekan itu bisa menutupi omset di hari-hari biasa yang tidak begitu memuaskan. Agaknya, jumlah pengunjung Islamic Book Fair tahun ini berkurang dibanding tahun sebelumnya. Banyak faktor tentu saja. Salah satunya adalah daya beli mereka yang makin menurun akibat krisis yang kian mendera hingga kini. Sehingga akibatnya, kebutuhan akan buku atau multiproduk muslim pun dibatasi pemenuhannya.

Pagi itu saya hadir sekitar pukul 09.30 di arena pameran bertajuk “Membangun Generasi Islami, Cerdas dan Mandiri”. Ketika saya datang, saya menyaksikan pelataran parkir telah penuh dengan barisan dan deretan mobil-mobil pengunjung. Fenomena di hari itu sangat beda dibanding dengan hari-hari biasa. Dari kejauhan, nampak kerumunan pengunjung memadati pintu utama masuk arena dan terbentuk antrian yang cukup panjang. Saking panjangnya, ada sebagian dari mereka yang akhirnya memilih antri masuk di lantai 2, yaitu di stand non-buku. Pertimbangan mereka barangkali, biarlah mereka berkeliling terlebih dahulu di stand non-buku itu, belanja-belanja busana muslimah dan barang-barang multi produk, kemudian turun ke lantai 1 setelah situasi pengunjung tidak begitu padat. Pukul 10.00 adalah saat pameran buku terbesar itu dibuka untuk umum.

Saya yang menyewa stand di lantai 2, setelah parkir, langsung menuju ke arena pameran dengan memakai bagde tanda peserta sehingga bisa diperkenankan masuk di tengah kerumunan yang ada. Saya membawakan nasi dan lauk-pauk buat sarapan, buah, dan beberapa cemilan untuk penjaga stand kami. Mereka semalaman menginap di sana sebab andai mereka pulang di malam hari dan pergi kembali esok harinya, tenaga mereka akan terkuras dan belum tentu mereka akan bisa datang tepat waktu di tengah situasi Jakarta yang macet di mana-mana. Selain membawa makanan dan minuman, saya juga membawakan stock barang laku untuk didisplay memenuhi stock yang berkurang.

Pukul 10.00 ketika arena dibuka, para pengunjung mulai mendatangi stand-stand secara bergelombang, termasuk di stand kami. Dari arus masuk pengunjung yang hilir-mudik, kami bisa memprediksi bahwa arena pameran untuk dua hari terakhir ini bakal penuh dengan pembeli potensial.

Menjelang pukul 12.00, ada seorang ibu (sudah separuh baya) mengunjungi stand kami. Nampak berdiri di seberang stand, seorang lelaki berkacamata menunggu sang ibu sambil menenteng tas besar berisi buku-buku hasil belanjaan di lantai 1. Saya perhatikan logat bahasa yang dipakai sang ibu ketika berbicara dengan pramuniaga kami adalah logat Malaysia. Ketika seorang lelaki itu mendekat karena dimintai pertimbangan oleh sang ibu tentang mana yang harus dipilih, saya pun mengkonfirmasi. Dan benar bahwa mereka berasal dari Malaysia.

Jika mereka datang dari suatu sudut di Jakarta, bagi saya bukanlah hal yang aneh karena banyak warga negara Malaysia yang tinggal di Jakarta ini. Jika mereka datang karena sekedar mampir karena bertepatan dengan kunjungan bisnis atau seminar bisnis/organisasi, bagi saya bukanlah hal yang aneh karena cukup banyak warga negara Malaysia yang melakukan hal itu.

Kali ini, yang membuat saya kagum adalah mereka SENGAJA menyempatkan diri datang langsung dari Malaysia untuk membeli buku-buku di arena Islamic Book Fair. Ya, mereka langsung terbang menggunakan pesawat komersial di pagi hari. Boleh jadi mereka punya sejawat yang ingin disinggahi. Namun tujuan utama mereka adalah berbelanja buku di arena Islamic Book Fair ini.

Karena kekaguman itu, pikiran saya segera menerawang ke zaman keemasan Islam, di mana buku-buku dan manuskip menjadi khazanah (harta berharga) muslim pada masa itu. Pikiran saya juga menerawang kepada tradisi para salafus saleh yang gigih menimba ilmu dari sang guru, meski harus menempuh perjalanan ratusan mil bahkan ribuan. Dan yang paling lekat adalah bayangan bagaimana para sahabat dulu yang selalu aktif berinteraksi dengan Al Quran, sebagai buku rujukan utama mereka.

Nampaknya, simbol-simbol kejayaan Islam terpancar dari sana. Dari aktivitas membaca, yang memang sudah diwahyukan sebagai aktivitas awal pembuka kecerahan ummat manusia. (QS Al ‘Alaq 96: 1-5). Dari kecintaan, semangat dan kegigihan dalam membaca dan menimba ilmu, pikiran mereka menjadi tercerahkan. Amaliyah mereka pun terpatri dengan sempurna dan mereka mengukir prestasi menjadi ummat terbaik di masa itu (QS Al Imran 3: 110). Subhanallah.

Saya coba menoleh kepada kondisi ummat dan bangsa ini. Apakah sudah bisa dikatakan “cerdas dan mandiri” sebagaimana slogan Islamic Book Fair itu?

Jika cerdas, kenapa mudah terjebak dengan urusan debat-mendebat dibanding harus berkarya nyata untuk perbaikan ummat? Lihatlah Singapura. Dia bukan negara muslim. Di sana juga tidak ada perdebatan masalah haram atau tidaknya merokok seintensif di sini. Namun pemerintahnya langsung action membatasi jumlah peredaran rokok dan membatasi aktivitas merokok. Merokok boleh dilakukan, jika dan hanya jika dilakukan ditempat-tempat yang ditentukan. Sangsi tegas diberlakukan jika aturan ini dilanggar.

Mereka lebih mudah belajar dari kita. Mereka lebih cerdas akan bahaya rokok. Dan mereka pun lebih cerdas secara finansial, sebab mereka telah berhitung bahwa dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat rokok sangat tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Iming-iming cukai yang besar pun tidak menggoyahkan pendirian mereka yang tercerahkan. Mereka pun tidak kurang kreatif menciptakan lapangan-lapangan kerja untuk rakyatnya tanpa harus khawatir mereka yang ingin berhenti dari menjadi buruh pabrik rokok, tidak akan memperoleh pekerjaan pengganti di sektor lain. Semua mungkin kerena adanya kemauan (willingness) dan kebijaksanaan (wisdom) pemerintah.

Apakah ummat dan bangsa ini sudah mandiri? Jika mandiri, kenapa bangsa ini begitu tergantung dengan dan mudah ditekan oleh negara asing? Kekayaan minyak adalah ibarat lumbung padi dan sumber rezeki untuk mencukupi kebutuhan rakyat sehingga tidak ada satu pun rakyat yang mengalami kelaparan, kenapa 90%-nya diserahkan pengelolaannya kepada asing dan mereka yang mendapat manfaat terbesar dari pemiliknya?

Aset strategis kenapa dijual ke asing? Bukankah pendahulu di negeri ini telah memperjuangkannya dengan susah payah semata-mata demi kemandirian bangsa? Banyak pertanyaan berkait dengan keraguan kita akan kemandirian bangsa ini. Fakta-fakta yang ada dan makin kelihatan adalah betapa negeri ini tidak kuasa melawan kekuatan “tersembunyi” yang rasanya mencengkram kuat di semua lini kehidupan.

Jalan perjuangan penyeru kebaikan agaknya terbentang hingga ratusan tahun ke depan untuk mencapai kecerdasan dan kemandirian dari ummat dan bangsa ini. Kita tidak berharap menjadi ashabul kahfi yang telah ditidurkan Allah selama tiga ratus tahun, kemudian menyaksikan bahwa negerinya telah menjadi negeri yang makmur dan diperintah oleh raja yang adil. Kita diperintah untuk bersabar, bersabar, dan bersabar. Kelak, bagi mereka yang sabar, ketika dibangkitkan dari tidur panjangnya (mati) dan setelah melewati berbagai tahapan penghisaban, mereka akan menyaksikan sebuah negeri yang jauh lebih makmur dan sejahtera, yakni negeri surga.

Apa upaya kita untuk menuju kecerdasan dan kemandirian? Hal kecil yang bisa dilakukan adalah mencontoh sepasang ibu-bapak yang datang dari Malaysia itu. Cintailah ilmu. Dan sumber inspirasi terbesar dari segala ilmu adalah Al Quran.
Generasi sahabat telah membuktikan. Interaksi mereka yang kuat dengan Al Quran melahirkan kecerdasan dan kemandirian. Mereka cerdas menafsiran kemauan Allah SWT dan mempraktekkannya secara paripurna dalam kehidupan. Mereka mandiri berkat kepiawaian dalam berbisnis sehingga mampu menginfakkan banyak harta mereka untuk kemuliaan ummat. Sementara mereka yang diberi kepercayaan sebagai penyelenggara negara, mereka sangat amanah menjaga harta ummat dari berpindah ke tangan yang tidak berhak dan memanfaatkannya dengan adil hanya untuk kepentingan ummat.

Tidakkah kita ingin mencontoh mereka? Wallahua’lam bishshawab.

muhammadrizqon.multiply.com

Mengenang Jasa Ibunda

Wahai Ibunda, entah kenapa tiba-tiba memoriku kembali ke masa silam. Aku teringat tatkala dulu engkau berbagi cerita bersama kami, ketika engkau menyemangati kami, ketika seringkali airmata mengalir dari pipimu yang halus, ketika shubuh engkau membangunkan kami untuk sembahyang memuja sang Al-Khalik.

Ketika di sore hari engkau senantiasa mengingatkan kami untuk pergi mengaji, ketika engkau menguraikan harapan-harapanmu pada kami anak-anakmu yang sedang engkau didik dan engkau besarkan dalam naungan cintaNya, ketika engkau mengharapakan agar dirumah kita yang hampir roboh itu bisa kita dirikan shalat berjama’ah dengan kami anakmu sebagai imamnya, ketika dengan penuh harap engkau bercita-cita agar suatu saat kita mampu membeli sepetak tanah masa depan yang akan kita tempati bersama karena tidak mungkin kita akan terus menempati pojok tanah pinjaman orang lain.

Ibunda, aku juga teringat ketika engkau tersenyum bahagia menyaksikan kami anak-anakmu menjadi juara kelas di sekolah dan TPA.

“Mak, loen rindu keu droeneh!”, begitulah jeritan hatiku tatkala suatu ketika di keheningan malam yang syahdu mataku tak mampu terpejam karena hadirnya rasa kerinduan yang amat sangat kepada seorang wanita yang telah melahirkanku, kepada seorang yang telah membesarkanku dengan perjuangannya yang amat berat. Saat itu, ku ambil sebuah pena dan secarik kertas kucoba menulis secuil isi hatiku dalam sepucuk surat mengenang jasa-jasanya yang tiada tara banyaknya.

Aku masih ingat pesan dan harapanmu dulu, biarpun kondisi keluarga kita hancur-hancuran tapi engkau tetap menginginkan kami menjadi anak-anak yang alim/shalih, berpendidikan tinggi dan berhasil dunia akhirat, meski saat itu Ayah jarang pulang karena mencari rizki di belantara hutan Ilahi, meski saat itu kita jarang makan, atau kadangkala kita harus menghidupkan ’suwa’ untuk menerangi rumah kita yang tanpa listrik itu. Meski kondisi kita melarat sebagaimana kebanyakan masyarakat Aceh pedalaman lainnya.

Tapi, aku tak menyangka engkau begitu bersemangat menyekolahkan kami, meski kadang kami menangis karena dengan terpaksa harus memakai baju sekolah yang sudah lusuh atau pemberian orang, tapi engkau tak pernah putus asa dalam menyemai benih cinta dan harapan dijiwa kami.

Ibunda, masih kuingat tatkala dipagi hari selepas shubuh engkau sudah bersiap-siap untuk berbelanja keperluan jualan pecal dan kue, pekerjaan yang telah engkau geluti bertahun-tahun sampai kami menginjak remaja, aku terpana seolah engkau tidak pernah kelelahan dalam membesarkan dan mendidik kami, kadangkala engkau ajak aku untuk ikut ke pasar, disana kulihat engkau berbelanja sambil bercengkerama dengan Nyak-nyak meukat gule di pasar Panton Labu hingga pasar Matangkuli tempat engkau berbelanja saat ini setelah kita pulang dari perantauan.

Ohya ibunda, dulu ananda pernah bercerita kan tentang cita-cita yang ingin ananda raih?, disamping ingin membahagiakan dan mewujudkan harapanmu ananda juga ingin sekali menjadi penulis, karena ananda yakin banyak perubahan berawal dari sebuah karya tulis. Ananda teringat Novel Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih yang sanggup membius ribuan orang dengan pesan-pesan Islam, ananda juga mengagumi para penulis artikel di media cetak dengan ide-idenya yang sangat brilian dan cemerlang, sekaliber Ampuh Devayan, Muhibuddin Hanafiah, Jarjani Usman yang namanya telah ananda kenal semenjak di bangku SLTP dulu, begitu juga Rustam Effendi, Halim Mubary, Ahmad Humam Hamid, Sulaiman Tripa, Saifuddin Bantasyam, dan juga banyak yang lain yang terus memberikan sumbangsihnya untuk masyarakat kita. Ananda berhasrat kelak bisa bergabung dengan mereka untuk secara aktif memberikan ide-ide yang telah engkau semai dahulu.

Untuk itu wahai ibunda, ikhlaskan ananda pergi meninggalkanmu menuntu ilmu untuk sementara waktu, meski terus dihimpit kesulitan ekonomi tapi aku yakin dengan sabda Rasul kita Muhammad Saw yang sering engkau ingatkan dahulu, ’Barangsiapa siapa menempuh jalan untuk menuntu ilmu maka ia telah merintis salah satu jalan ke syurga’, aku juga ingat firman Allah seperti diajarkan Teungku di Dayah, ’Siapa saja yang bertakwa kepadaNya maka Dia akan memberikannya jalan keluar’.

Ibunda, saat ini ketika perjalanan hidup yang kujalani penuh dengan onak dan duri aku-pun mulai menyadari siapa dirimu sebenarnya, bagaimana besarnya jasa-jasamu. Bagiku engkau laksana wanita terbaik yang akan selalu ku kenang sepanjang masa dalam hidupku, aku tak akan pernah melupakanmu, aku akan selalu mendo’akanmu.

Insya Allah kelak aku akan mewujudkan semua harapanmu. Dan do’amu adalah senjata bagiku wahai Ibunda…..

Batas Kesabaran

Sabar itu ada batasnya. Sering kita mendengar kata-kata seperti itu, dan terkadang kita sendiri pun mengucapkan hal itu. Tapi, ketika ditanya tentang batas kesabaran, tak pernah ada jawaban yang sama, jelas dan pasti, kapan, bagaimana dan sejauh mana kesabaran itu sampai pada batasnya.

Batas kemampuan seseorang dalam menghadapi sebuah ujian atau cobaan berbeda-beda. Barangkali inilah yang membuat batas sebuah kesabaran menjadi relatif. Namun sayangnya, batas kesabaran ini terkadang dijadikan dalih untuk melakukan hal-hal tidak terpuji yang bertolak belakang dengan sabar itu sendiri. Luapan emosi tanpa kendali seringkali terjadi ketika seseorang merasa kesabaran yang dimiliki sudah sampai pada batasnya. Seseorang yang mengakhiri hidupnya lantaran penyakit yang bertahun-tahun dideritanya tak juga sembuh, adalah contoh nyata lainnya.

Sesungguhnya manusia memiliki kekurangan dan keterbatasan. Dan bila kesabaran sudah sampai pada titik maksimal yang diusahakan, semestinya pasrah pada Allah lah yang menjadi pilihannya.

Ada pelajaran berharga dari kisah hidup Anisa ( bukan nama sebenarnya ) yang ingin kuceritakan, semoga kita bisa mengambil ibrah darinya.

Seminggu menjelang pernikahan, Ahmad ( bukan nama sebenarnya ) calon suami Anisa tiba-tiba harus menjalani operasi karena penyakit batu ginjal yang dideritanya. Waktu penyembuhan yang cukup lama ditambah biaya pengobatan yang cukup besar, membuat keluarga Ahmad sempat mengusulkan untuk menunda pernikahan mereka hingga kondisi Ahmad benar-benar pulih. Sebuah usulan yang masuk akal, namun sulit untuk dijalankan. Tak mudah bagi Anisa menerima usulan ini karena selain dia sudah mengurus ijin dari perusahaan, juga karena seluruh teman kerjanya sudah mengetahui tentang rencana hari pernikahan mereka. Ini bukan semata persoalan waktu, tapi juga malu. Hal lain adalah, pihak keluarga Anisa sudah terlanjur menyebar seluruh undangan resepsi pernikahan mereka. Segala persiapan untuk acara resepsipun sudah matang. Tak mudah meralat atau menarik undangan yang sudah tersebar, apalagi jumlahnya cukup besar mengingat orang tua Anisa adalah seorang pejabat di pemerintahan desa.

“ Saya tidak ingin pernikahan ini ditunda. Tak mengapa kalau akhirnya kita yang harus datang kepada mereka, bahkan mesti harus melangsungkan pernikahan di rumah sakit, saya sudah siap. Inilah saatnya saya membuktikan cinta saya. Saya menerima calon suami saya apa adanya, dan akan menemaninya, merawatnya. Dan itu menjadi mungkin apabila saya sudah sah menjadi istrinya” mantap Anisa memilih keputusannya. Dan proses ijab qobulpun dilaksanakan di rumah mempelai pria ( delapan jam perjalanan darat dari rumah mempelai wanita ), dalam suasana yang sangat mengharukan. Tangis haru keluarga yang menyaksikanpun pecah, kecuali kedua pengantin yang tetap terlihat tabah.

Disaat keluarga Anisa menggelar acara resepsi pernikahan, justru Ahmad kembali masuk rumah sakit untuk menjalani perawatan lanjutan. Dengan tabah Anisa memohon maaf pada seluruh keluarga atas ketidak hadiran mereka. Anisa paham bahwa acara itu terpaksa dilanjutkan, namun bagaimanapun ia tak bisa meninggalkan Ahmad di rumah sakit sendirian. Ia tidak ingin mengabaikan perasaan orang tuanya, tapi inilah saat ia membuktikan baktinya pada sang suami.

Indahnya bulan madu sebagai pengantin baru tak pernah ada dalam lembaran hari-hari pertama pernikahan mereka. Empat hari setelah pernikahan mereka, sebagai karyawan Anisa harus kembali ke tempat kerjanya di Tangerang, meninggalkan sang suami yang masih terbaring lemah di kota Pati. Ahmad memang sudah diperbolehkan pulang, tapi harus tetap menjalani rawat jalan untuk beberapa bulan ke depan.

Tiga bulan berlalu, hari-hari yang berat mereka jalani dengan tabah. Sebagai suami istri mereka harus hidup terpisah. Begitupun ketika Ahmad merasa sudah pulih dan bisa menyusul Anisa, kebersamaan mereka tak berlangsung lama. Banyaknya biaya yang diperlukan selama pengobatan, membuat mereka kini terlilit hutang. Satu-satunya jalan agar mereka bisa cepat melunasi hutang adalah Ahmad harus kerja. Dan kembali ke tempat kerjanya semula di pulau Sumatra, dirasa satu-satunya jalan untuk mencapai tujuannya. Dan kembali Anisa menjalani hari-hari sebagai istri tanpa kehadiran suami di sisi dengan sabar dan tabah.

Setiap keluarga pasti menginginkan hadirnya anak di tengah-tengah mereka. Begitupun Ahmad dan Anisa. Untuk itulah maka Ahmad memutuskan untuk mencari pekerjaan di Tangerang agar bisa tinggal bersama dengan istrinya. Namun sudah setahun mereka hidup bersama, tanda-tanda bahwa mereka akan mendapatkan momongan belum juga muncul. Pernah tanda itu muncul di hari-hari terakhir bulan Ramadhan kedua sejak merek a menikah, tapi itu tak memberikan kebahagiaan lama. Di hari Idul Fitri ketiga, Anisa harus menjalani perawatan di rumah sakit karena ada masalah dengan kandungannya dan mengharuskannya untuk menjalani proses kiret. Tak ingin merusak kebahagiaan di hari lebaran, kepada pihak keluarga mereka sengaja menutupi ketidak pulangan mereka dengan tidak mengatakan kejadian yang sebenarnya.

Dua tahun menjalani pernikahan yang nyaris tak pernah lepas dari ujian. Baik Anisa maupun Ahmad menjalani ujian demi ujian dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Mereka yakin bahwa semua ini adalah kehendak Allah swt yang harus mereka jalani. Juga ketika ujian itu datang kembali. Kali ini Anisa harus dirawat di rumah sakit selama dua minggu untuk pengobatan batu ginjal. Ahmad yang sebelumnya pernah mengalami sakit yang sama, bisa merasakan betapa beratnya menjalani ujian ini. Dia sangat bersyukur karena sang istri tetap tegar dan semangat menjalani perawatan.

Kini, di tahun ketiga pernikahan mereka, kehadiran buah hati memang masihlah sebatas mimpi. Namun mereka yakin bahwa ini adalah bagian dari skenario Allah yang harus mereka perankan. Tak ada sesal, tak ada kesal. Mereka yakin bahwa Allah menyayangi mereka, dan dengan kesabaran, ketabahan serta kepasrahan mereka dapat melalui berbagai rintangan sebagaimana yang telah mereka lakukan.

**

Aku memang tidak mengalami apa yang mereka harus jalani. Namun aku tahu persis liku-liku perjuangan yang mereka lalui. Aku tahu betapa sabar dan tabahnya Anisa menjalani setiap ujian yang datang kepadanya. Begitupun dengan Ahmad, suaminya. Jika sempat tertetes air mata, itu adalah karena mereka juga manusia. Jika hadir perasaan duka, juga karena mereka manusia biasa. Tapi kesabaran, ketabahan dan kepasrahan mereka, dimataku itu luar biasa. Dan semua ini menyadarkanku bahwa sesungguhnya batas kesabaran ada pada keinginan kita untuk berjuang melewati setiap ujian dan cobaan. Kita memiliki keterbatasan kemampuan, tapi tidak semestinya kita menjadikan alasan batas kesabaran itu untuk melakukan berbagai pelanggaran. Karena kita memiliki keterbatasan, seharusnya kita memohon bantuan Allah dengan berdoa dan semestinya ketika semua usaha telah kita jalankan, semua ujian telah kita tahankan, selanjutnya pasrahkan akhirnya pada Allah Yang Maha Kuasa.

” Dan mintalah pertolongan ( kepada ) Allah dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhhya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’ , ( yaitu ) orang-orang yang menyakini , bahwa mereka akan menemui Robb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepad-Nya ” ( QS Al Baqarah : 45 -46 )

Tangerang, Maret 2010
Kudedikasikan tulisan ini untuk kedua adikku, T dan B.Sungguh meski usiaku berada diatasmu, namun aku banyak belajar sabar darimu. Jangalah bersedih, tetaplah jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, karena aku yakin Allah akan membantumu, bahkan Allah telah menyiapkan sesuatu yang sangat indah untuk hamba-hambanya yang sabar, sepertimu. Insya Allah

http://abisabila.blogspot.com

Sayang Anak? Perbaiki Otak Kita!

Dering SMS menyapa kotak kecil telekomunikasiku. Isinya Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Kaum wanita datang menghadap Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bertanya: “Ya Rasulullah, kaum pria telah pergi dengan keutamaan dan jihad di jalan Allah. Adakah perbuatan bagi kami yang dapat menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah?” Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Barangsiapa di antara kalian berdiam diri di rumahnya maka sesungguhnya ia telah menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah.” (HR Al-Bazzar)

Perlahan kubaca tiap baitnya, dan terpaku pada satu bait “Barangsiapa di antara kalian berdiam diri di rumahnya maka sesungguhnya ia telah menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah.” Sebenarnya saya sudah pernah mendengar hadits ini, tapi entah kenapa mataku terpaku pada kata-kata berdiam diri di rumah. Pikiranku penuh sesak dengan pertanyaan-pertanyaan, bahkan teman yang kutanyakan tak mampu “memuaskan” rasa penasaranku. Tiba-tiba teringat kisah para sahabiyah, hei lihatlah, disana ada ummu Khadijah, istri tercinta baginda Rasul, beliau seorang pengusahawati yang kemudian ketika menikah dengan Rasulullah menjadi seorang istri yang sangat sangat shalihah, ada juga ummu Nusa’ibah binti Ka’ab, seorang muslimah pejuang pemberani dari kalangan Anshar dan beliau jago beladiri. Beliau-beliau adalah contoh seorang istri yang sholihah dan berarti tidak diam di rumah saja kan. Begitu pikiranku saat itu.

Keesokan harinya, Allah menuntunku menemukan jawaban atas segala kegelisahanku. Disebuah acara seputar otak anak. Garis besar dari acara itu adalah jika sepasang suami istri ingin mendapatkan anak yang sholeh maka kitanya juga harus sholeh dan terdidik, makna terdidik disini bukan berarti pendidikan formal semata, orangtua yang baik harus mengetahui bagaimana mendidik anak yang baik jadi minimal tahu ilmu seputar pendidikan anak.

Loh lalu apa kaitannya dengan otak? ternyata anak-anak yang terdidik dilahirkan dari orangtua yang mengasuh dirinya dengan benar. Banyak contoh di sekitar kehidupan kita, ibunya tidak bekerja alias hanya ibu rumah tangga tapi anaknya akhlaknya kurang baik, kenapa bisa begitu? ternyata pola asuhnya yang salah. Ibu kurang dalam mengasuh anaknya, anak tidak hanya cukup sandang pangannya saja tapi otaknya juga harus bagus. Semenjak janin dalam kandungan seharusnya calon anak harus banyak berinteraksi yang baik dengan kedua orangtuanya. Ibu hamil harus lebih sering mengelus perutnya sebagai wujud rasa sayang pada buah hati, pun begitu dengan bapak, dia juga harus berkomunikasi mengucapkan salam, mendo’akan anaknya. Saat hamil, seorang ibu lebih baik sering tilawah dan memperdengarkan al-Qur’an yang direkam menggunakan suara Ibu sendiri lalu diperdengarkan kepada anaknya karena hal itu sangat merangsang otak calon buah hatinya. Subhanallah, lebih baik dan lebih bagus dari sekedar mendengarkan musik klasik.

Subhanallah, ternyata perkembangan otak anak itu dimulai sejak dalam kandungan. Ibu adalah madrasah bagi anak-anaknya dan benarlah bahwa anak sudah harus disekolahkan sejak dalam kandungan.

Banyak perkara-perkara yang bisa merusak otak anak, ditengah zaman yang penuh fitnah ini, zaman yang semakin “liar” dan mulai tidak berperasaan. Diantara perkara itu adalah penggunaan narkotika (narkoba dan zat adiktif lainnya), anak yang sering dimarahi atau dikasari Ibunya, tayangan-tayangan televisi yang tidak mendidik yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi dan ternyata pornografi dan pornoaksi inilah yang jahat sekali pada otak anak-anak, lebih jahat dari narkoba karena dia benar-benar merusak otak dan perilaku anak. Jangan heran jika kita melihat di televisi ada anggota dewan yang terhormat berkata yang tidak patut, tidak sopan dan tidak berpendidikan, bisa jadi otaknya sudah terkontaminasi dengan hal-hal yang kurang baik yang menciutkan otaknya.

Sekarang aku paham dan mengerti kenapa seorang Ibu adalah madrasah bagi anaknya. Ibu yang terdidik (dibantu oleh suaminya yang terdidik juga) saling bahu-membahu mendidik dan membesarkan anak. Apalah artinya gaji besar tapi anak terlantar. Aku juga tidak menafikan kebutuhan ekonomi, hanya disini kita harus lebih jeli bahwa anak adalah asset paling berharga yang kita miliki, karena bukan harta yang banyak yang akan menolong kita nanti di pengadilan Allah, tapi do’a anak yang sholeh-lah yang bisa meringankan dosa-dosa kita. Yakinlah akan pertolongan Allah. Jadi mari perbaiki otak kita agar kita nantinya bisa lebih siap mendidik anak-anak kita.

Segala puji bagi Allah, kita memuji, memohon pertolongan, serta ampunanNya.

Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu-nafsu kita dan dari kejahatan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang ditunjuki oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tak seorangpun yang bisa menunjukinya.

(Semoga ku bisa mengamalkannya nanti, amin)

Kisah Pemuda dan Hidayah Allah di Bumi Sakura

Di siang gerimis rintik yang membasahi hampir seluruh kota, ku langkahkan kakiku menuju masjid bersejarah. Ya, memang bersejarah karena masjid ini merupakan masjid yang pertama berdiri di negeri sakura ini.

Pada masa Perang Dunia ke dua tahun 1945 masjid ini merupakan bangunan yang masih berdiri di antara reruntuhan gedung dan rumah yang diluluhlantakan oleh bom-bom dari pesawat sekutu. Terakhir pada tahun 1995 di saat gempa berkekuatan 7,2 Skala Richter mengguncang kota masjid ini masih berdiri kokoh walaupun hampir semua gedung disekitarnya roboh.

Sesampainya di masjid, langsung ku arahkah langkah melewati koridor dengan terlebih dahulu meletakkan sepatu di rak yang ada di samping koridor menuju tempat wudlu. Selesai berwudlu, langsung ku tunaikan sholat sunah 2 rakaat.

Karena masih ada waktu sebelum sholat ashar, selesai berdzikir kusempatkan untuk melihat-lihat selebaran dan agenda di papan pengumuman sambil duduk di kursi berselonjor kaki. Nyaman sekali rasanya bisa duduk dengan bersolonjor kaki setelah banyak aktifitas dari pagi.

Di saat duduk di kursi ini, tiba-tiba pintu masuk masjid terbuka dan "Konnichiwa…1" seorang pemuda Jepang sudah berdiri di ambang pintu. Dengan tidak kalah hangat ku balas sapaannya.

Dia lalu mengenalkan diri dan mengatakan bahwa dirinya bukan seorang muslim adapun maksudnya datang ke masjid karena tertarik dengan kebudayaan Islam. Dengan ramah dia bercerita datang jauh dari daerah di sekitar Tokyo selain ingin berkunjung ke sanak famili yang ada di kota ini juga untuk bisa mengunjungi masjid ini.

Panjang lebar dia bercerita tentang pengalamanya tinggal di Syria dan Italia. Tapi ada satu cerita yang menarik dari dia yaitu ketika dia tinggal di Italia, dia mempunyai teman seorang muslim yang dia kagumi. Menurut dia, teman muslimnya inilah yang membuat dia tertarik sekali untuk mempelajari kebudayaan Islam. Dia terkesan sekali akan tutur kata dan perilaku teman muslimnya.

Setelah mendapat ijin dari imam masjid, ku antar pemuda ini masuk ke dalam ruang utama masjid. Ku lihat di wajahnya ada rasa ketertarikan yang sangat ketika melihat ruang utama masjid. Adzan ashar pun berkumandang dan ku lihat di wajahnya lagi ada pancaran ketenangan dan kenyamanan di saat mendengarkan lantunan adzan.

Saya pun berpamit untuk menunaikan sholat dan dia tetap menunggu di bagian belakang ruang utama masjid. Kemudian imam masjid mempersilahkan dia untuk duduk sebelum jemaah mendirikan sholat ashar. Setelah sholat ashar ku temui lagi pemuda tersebut yang ternyata sedang duduk dengan posisi seperti orang sedang duduk tahiyat awal.

Mungkin ketika jemaah sedang sholat ashar dia melihat dari belakang bagaimana duduk dengan posisi duduk yang kami lakukan. Ku ajukan ke dia apakah ada sesuatu yang ingin ditanyakan. Dengan tenang dan senyuman dia membalas "Untuk saat ini belum.." .

Setelah bercakap sebentar maka kami keluar ruang utama masjid menuju ke beranda masjid. Karena ada janji untuk bertemu dengan teman kampus maka kami pun berpisah. Sebelum berpisah sempat kulihat dia masih berbincang dengan imam masjid.

Di sepanjang perjalanan sepulang dari masjid kupanjatkan doa agar pemuda tadi mendapatkan hidayah dari Allah dan semoga Allah memberkan keteguhan hatinya untuk dapat meraih indahnya nikmat iman dan Islam. Amiin yaa robbal ‘alamin…

Renungan dalam Tahun Penuh Bencana

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpa kamu, maka dari kesalahan dirimu sendiri“ (An Nisa 79).” Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahanmu“ (Asy-Syura (42 ) : 30).

Terkait peringatan Allah di atas, maka tidak sepotong ayat pun yang mengisyaratkan bahwa bumi berguncang dengan sendirinya (gempa). Tetapi ia “ diguncangkan “. Boleh jadi manusia – karena kedurhakaannya – menjadi penyebab dan korbannya sekaligus, sebagaimana kisah Qarun yang diuraikan dalam Quran. Qarun adalah orang yang melimpah ruah kekayaannya, tapi tidak memiliki kesetiakawanan sosial, bahkan enggan mengakui bahwa kekayaan yang diperolehnya berkah dari Ilahi. Gempa yang merenggut nyawa dan seluruh hartanya adalah sanksi baginya dan pelajaran bagi yang lain. Allah SWT berfirman, “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadap perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya“ (Al Israk 16).

Rasul SAW bersabda, “Tidaklah menimpa seorang hamba suatu bencana, baik besar maupun kecil, melainkan karena suatu dosa, dan yang dimaafkan Allah darinya lebih banyak. Allah berfirman, ‘Dan apa yang menimpamu dari suatu musibah, maka itu disebabkan karena ulah tangan kalian dan Allah memaafkan banyak (kesalahanmu)“ ( HR.Turmuzi).

Suatu ketika, dalam perjalanan menuju Tabuk, Rasulullah SAW melewati tentara di perkampungan Tsamud. Beliau berkata, “Jangan kalian memasuki tempat tinggal orang-orang yang telah menzalimi diri mereka, karena apa yang menimpa mereka bisa menimpa kalian, kecuali jika kalian ingin menangis“. “ Boleh jadi banjir dan gelombang tsunami serta gempa diberbagai tempat merupakan salah satu bentuk “ekpresi“ kemarahan air dan bumi terhadap manusia. Itu akibat energi negatif dosa manusia sebagaimana dulu menimpa Nabi Nuh As dan nabi Syuaib (Hud 11 : 40-45) (Buku Keajaiban Istighfar oleh Ibnu Muhammad Salim).

Kaab, salah seorang sahabat Nabi SAW menyatakan bahwa bumi berguncang (gempa) jika maksiat dilakukan di dalamnya. Ia bergemuruh karena takut pada Tuhan Yang Maha Agung. Imam Ahmad menceritakan, “Pada masa Umar, kota Madinah diguncang gempa. Umar bin Khathab berkata, ‘Wahai orang-orang, ada apa ini? Betapa cepatnya akibat perbuatan kalian. Jika kembali gempa, aku tidak akan menempatkan kalian disini“. Sejak dini Allah mengingatkan “ … Suatu negeri yang penuh kejahatan dan kezaliman bakal dibinasakan“ (Al Israk 58).

Rasul SAW bersabda, “Wahai kaum Muhajirin, ada lima hal yang membuat aku berlindung kepada Allah dan aku berharap tidak menimpa kalian. Pertama, bila perbuatan zina sudah dilakukan terang-terangan, maka mereka akan tertimpa bencana wabah dan penyakit yang tidak pernah ditimpakan kepada orang-orang sebelum mereka. Kedua, bila suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan, mereka akan tertimpa paceklik, krisis ekonomi dan kedurjanaan penguasa. Ketiga, bila suatu kaum menolak membayar zakat, mereka akan mengalami kemarau panjang (bumi menahan keberkahannya dari tanaman, buah-buahan dan semua barang tambang). Sekiranya tidak karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi hujan. Keempat, jika mereka mengkhianati amanah (perjanjian), Allah akan menaklukkan mereka dibawah musuh mereka. Kelima, jika para pemimpin mereka meninggalkan Al Quran, maka Allah jadikan permusuhan antar mereka “ (HR.Ibnu Majah).

Ringkasnya, dosa-dosa yang kita lakukan sebenarnya merusak diri sendiri, merusak keseimbangan alam, mengundang krisis sosial. Kita belajar dari sejarah. Azab Allah tidak lain karena perbuatan dosa dan maksiat umat manusia. Al Quran banyak menceritakannya. Banjir besar pada masa Nabi Nuh AS hingga mencapai puncak gunung yang menenggelamkan penghuni bumi; angin puting beliung yang berhembus keras membanting kaum Ad hingga mati bagaikan pelepah kurma yang berguguran.Guntur dahsyat yang mematikan kaum Tsamud; hujan batu di negeri Sodom pada kaum nabi Luth, awan azab berupa mega naungan yang turun bagaikan api yang membakar kaun nabi Syuaib, tenggelamnya Firaun dan kaumnya.

Beberapa tahun yang lalu, di Pakistan telah terjadi gempa bumi yang menewaskan ribuan orang. Dalam peristiwa dahsyat itu ada seorang lelaki yang selamat secara menakjubkan. Ketika diwawancarai oleh wartawan, ternyata lelaki itu mempunyai kebiasaan senang beristighfar, termasuk ketika gempa itu berlangsung. Rasul SAW bersabda, kurang lebih, “Siapa yang ingin dikabulkan doanya diwaktu kesulitan, maka hendaklah ia senang berdoa di waktu lapang.”. Allah SWT berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Rasulullah SAW) berada diantara mereka. Dan tidaklah pula Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun (beristighfar).“ (Al Anfal 32 -33 ).

Ketika pasukan Sa’ad bin Abi Waqas dikepung dan diusir pasukan Persia dalam peperangan Qadisiyah , Sa’ad selaku panglima perang meminta nasehat kepada Umar bin Khattab selaku Kepala Negara.Umar menulis surat isinya antara lain, “Aku memerintahkanmu dan pasukanmu untuk lebih takut kepada kemaksiatan, daripada kepada musuhmu, karena dosa pasukan lebih menakutkan daripada musuh mereka.“ Nasehat Umar menggambarkan, mana mungkin Allah memberikan pertolongan-Nya dalam peperangan ketika pasukannya banyak maksiat dan dosanya. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar, dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah mengaruniainya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.“ (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Hakim).

Dan hadis lain Rasul SAW bersabda, “Tiap-tiap bencana apa pun yang menimpa seorang Muslim, sekalipun satu duri, adalah karena salah satu dari dua sebab. Yaitu karena Allah hendak mengampuni dosa kesalahannya yang tidak dapat diampuni-Nya, melainkan dengan cobaan itu, atau karena Allah hendak memberinya kehormatan yang tidak mungkin dapat dicapainya melainkan dengan cobaan itu“. Wallahualam.**

Tangkis Bencana dengan Sedekah

Kalau tidak mengandung samudera hikmah dan lautan pahala, tentu Rasulullah SAW tidak akan menganjurkan untuk selalu bersedekah kepada para sahabat, bahkan termasuk kepada sahabat yang paling miskin, seperti Abu Dzar Al Ghifari, Bilal dan Abu Dhamdham. Saking “penasaran“, Abu Dzar pernah bertanya “Wahai Nabi Allah. Engkau selalu memerintahkan kepada kami untuk bersedekah, apa hakekat sedekah itu ?“ Rasulullah SAW menjawab dengan satu kalimat yang diulanginya tiga kali berturut-turut “Sedekah itu sesuatu yang ajaib!“.

Rasulullah SAW bersabda “Jika aku perintahkan kalian akan sesuatu, maka lakukanlah sebagian dari sesuatu itu semampu kalian. Akan tetapi, jika aku melarang kalian dari sesuatu, maka tinggalkanlah sesuatu itu seluruhnya (secara total). Dalam hadis qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, kosongkanlah gudangmu untuk memenuhi apa yang ada di sisi-Ku. Engkau akan selamat dari kebakaran, kebanjiran, pencurian dan kejahatan. Itu semua lebih engkau butuhkan“ (HR.Thabrani dan Baihaqi).

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya sedekah dapat menolak tujuh puluh pintu bencana “. Karena itu Nabi SAW menganjurkan agar bersedekah setiap hari, pada awal pagi dengan apa saja. Karena bencana atau bala tidak akan menembus benteng sedekah seorang mukmin. Ujar Ibnu Al Qayyim, “Allah menolak beragam bencana dengan sedekah. Ketentuan ini telah populer, baik bagi para ulama maupun orang awam. Oleh karena itu, banyak penduduk bumi yang mengandalkan sedekah, karena mereka telah mencobanya.” Ibnu Abi Alja’ad menandaskan, “Sesungguhnya sedekah menolak tujuh puluh pintu keburukan“. Dalam bagian lain Ibnu Al Qayyim bertutur, “Sedekah memiliki dampak yang luar biasa untuk menolak berbagai macam bala meskipun sedekah itu dikeluarkan oleh orang yang fasik, zalim atau kafir. Dengan mengeluarkan sedekah, Allah akan menolak berbagai macam bala yang akan menimpa orang itu.”

Dikisahkan Jibril memberi tahu nabi Isa AS. perihal kematian tukang cuci. Ketika Isa As pergi ke tempat tukang cuci itu, ia sedang mencuci. Nabi Isa terkejut karena ternyata tukang cuci itu masih hidup. Jibril turun memberi tahu Isa AS “Karena dia bersedekah dengan 3 potong roti. Allah pun menghindarkannya dari bencana kematian. Sebenarnya di dalam tumpukan pakaian yang dia bawa, ada seekor ular hitam yang akan menggigitnya. Namun Allah menyelamatkannya dari bencana itu karena sedekahnya“.

Satu hari malaikat maut menemui nabi Ibrahim AS dan bertanya “Siapa anak muda yang tadi bertamu ke rumahmu?“. ”Ia sahabat sekaligus muridku,“ jawab Nabi Ibrahim. ”Apa maksud kedatangannya menemuimu!“. “Dia mengutarakan niatnya akan menikah esok pagi,“ kilah Ibrahim. ”Sayang sekali ya, usia anak muda itu tidak akan sampai esok pagi,“ ujar malaikat maut. Setelah itu ia segera meninggalkan nabi Ibrahim. Ternyata esok harinya Nabiyallah Ibrahim masih melihat dan menyaksikan walimah pernikahan anak muda itu. Bahkan usia anak muda itu sampai 70 tahun. Ketika perihal tersebut ditanyakan Ibrahim kepada malaikat maut, ia menjawab : “Wahai Ibrahim, di malam menjelang pernikahannya, anak muda tersebut menyedekahkan separuh dari kekayaannya. Dan ini yang membuat Allah memutuskan untuk memanjangkan umur anak muda tersebut, hingga engkau masih melihatnya hidup“.

Dua orang akhwat dari salah satu Ponpes di Bandung mengaku baru kembali dari kampung halamannya di Jawa Tengah. Keduanya bercerita, tentang kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan bus antarkota, beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan, bus yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Bahkan para penumpang yang duduk didekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua akhwat itulah yang selamat dengan tidak terluka sedikitpun. Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya waktu itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafazdkan zikir (Dahsyatnya Sedekah oleh Aa Gym). Dalam kaitan ini, terbukti lagi kebenaran sabda Rasulullah SAW “Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bencana atau bala tidak pernah mendahului sedekah“. “Belilah semua kesulitanmu dengan Sedekah“. “Obatilah penyakitmu dengan sedekah“. “Sedekah itu sesuatu yang ajaib“. “Sedekah menolak 70 macam bala dan bencana“.

Diceritakan, bahwa di zaman Nabi Sulaiman AS terjadi sepasang merpati mengadu, bahwa telurnya selalu diganggu oleh seseorang yang jahil. Sulaiman AS memerintahkan kepada iblis menjaga keselamatan telur merpati itu dan mematahkan pria yang akan mengganggunya. Suatu hari si Merpati datang mengadu kepada Sulaiman. Nabi Sulaiman meminta pertanggungan jawaban si Iblis yang ditugasi. Si Iblis berkata, “Kami tidak dapat menekuk batang leher si pengganggu itu, karena ia dikawal oleh dua malaikat. Pria yang jahil itu, sebelum keluar rumah, di pagi harinya, ia telah bersedekah sekeping roti kering kepada si pengemis.

Maka dianjurkan ketika terjadinya bencana, untuk mengasihi kaum duafa dengan bersedekah kepada mereka. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW, “Saling mengasihilah di antara kalian, niscaya kalian akan dikasihi. Orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Ar-Rahman ( Allah ). Saling mengasihilah di antara kalian orang-orang dimuka bumi ini, niscaya kalian akan dikasihi oleh yang ada di atas langit“. Telah diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, bahwasanya beliau dahulu pernah menulis perintah kepada para pembantunya – ketika terjadinya gempa bumi agar mereka bersedekah. Wallahualam. **

Harta Haram

Rasulullah SAW bersabda, “Perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya“ ( HR.At-Thabrani). Wahab bin Munabbih bercerita. Satu waktu Nabi Musa AS bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang berdoa. Dia berdiri lama sekali dengan khusyuknya. Seraya memperhatikan lelaki tersebut Nabi Musa berkata, “Ya Rabbi, mengapa tidak Kau jawab juga doanya?“. ”Wahai Musa, seandainya orang itu menangis sejadi-jadinya dan mengangkat kedua tangannya sampai ke permukaan langit, doanya tetap takkan sampai kepada-Ku,“ firman Tuhan.”Mengapa gerangan ya Allah?“ tanya Musa. ”Karena di perutnya ada barang haram. Di punggungnya ada barang haram. Dan di rumahnya pun tersimpan barang haram,” tegas Allah SWT.

Pada zaman Rasulullah dulu pernah sekelompok orang datang kepada Nabi mengadukan gubernur mereka yang suka menerima sumbangan. Setelah diseleksi dengan cermat dan ternyata pengaduan itu benar, Nabi pun memanggil gubernur itu. “Mengapa Anda menerima sesuatu yang bukan menjadi hak Anda?“ tanya Rasul. “Wahai Nabi Allah. Yang saya ambil itu tidak lain adalah hadiah yang memang diberikan orang kepada saya,“ ujar gubernur berdalih. “Yakinkah tuan akan semua itu? Andaikata Anda berdiam di rumah saja, tidak menjabat apapun, apakah orang akan mengantarkan hadiah itu juga?” tanya Nabi tegas. Kemudian beliau menyuruh gubernur menyerahkan harta itu ke baitul mal dan kemudian beliau memecatnya. Sikap yang dilakukan gubernur itu dalam bahasa agama disebut zulm, termasuk dosa besar. Kata zulm adalah lawan kata nur yang berarti cahaya. Lewat Al Quran Allah berkata bahwa Dia membawa (manusia) dari kegelapan ke terang benderang. Min al-zulumati ila al-nur. Sedang setan sebaliknya, membawa dari terang ke gelap. Jadi menggelapkan itu pekerjaan setan. Dan mereka yang membantu penggelapan adalah pembantu setan.

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (diberi imbalan berupa gaji atau lainnya), maka apa yang diambil oleh selain itu adalah kecurangan.“ Dalam hadis lain Rasulullah menyatakan “Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggamannya tidak sekali-kali seseorang mengambil harta dengan cara yang tidak dibenarkan, kecuali ia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat kelak dalam kondisi sedang memikul apa yang telah diambilnya dahulu.“

Maka, ujar Fuad Nasar dalam tulisannya ‘Meninggalkan yang syubhat“, marilah kita berhati-hati menjaga kehormatan diri dan kebersihan rezeki dengan meninggalkan yang syubhat dan haram. Dalam Islam, niat dan tujuan yang baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal ataupun menghilangkan unsur syubhat. “Betul sekilas orang yang kaya dengan harta haram tampak hidup enak. Tapi, kalau Anda tahu bagaimana perasaan hatinya, keresahan jiwanya dan rasa tak nyaman batinnya ketika dia masih hidup, sungguh tak sepadan dengan kenikmatan yang diterima dari harta haram itu. Saat ini, di zaman reformasi banyak sekali penguasa dan pengusaha yang dihujat rakyat karena menimbun harta haram. Mereka dicaci maki dan dicerca. Betapa malangnya!“ demikian antara lain tulis Saifuddin Simon dalam naskahnya ‘ Harta Haram’.

Para salafus saleh sangat berhati-hati terhadap makanan yang masuk ke mulut dan perut mereka. Abu Bakar mempunyai pembantu yang selalu menyediakan makanan untuknya. Suatu kali pembantu tersebut membawa makanan, ia pun memakannya. Setelah tahu bahwa makanan itu diperoleh dengan cara haram, serta merta ia masukkan jari tangannya ke kerongkongan. Kemudian ia muntahkan kembali makanan yang baru saja masuk itu. “Berapa banyak doa yang telah kita panjatkan kepada Allah SWT, berapa banyak istighotsah digelar. Namun, kenyataannya bencana demi bencana tetap melanda, berbagai krisis tidak teratasi dan berbagai kesulitan tak kunjung usai. Mungkinkah ini karena bangsa Indonesia sudah terbiasa dengan praktik-praktik mendapatkan harta dengan cara yang haram, sehingga Allah SWT.tidak mengabulkan doa kita?“ tanya Ummu Fathin dalam tulisannya ‘Makanan Haram‘. Wallahu a’lam bis-shawab. **

Berinfakkah! Allah akan Berinfak Kepadamu

“Orang-orang yang membelanjakan harta mereka karena keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa ibarat kebun di dataran tinggi yang disirami oleh hujan lebat sehingga menghasilkan buah dua kali lebih banyak. Jika hujan lebat tidak ada, maka hujan gerimis pun memadai .Dan Allah mengetahui apa yang kamu perbuat“ (Al Baqarah 265).

Rasullullah SAW berkata kepada Bilal, “Bersedekahlah wahai Bilal! Jangan takut kekurangan dari pemilik ‘Arsy‘ (HR.Bazzar dan Thabrani). Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya aku memiliki emas sebanyak bukit Uhud, aku sungguh senang jika tidak berlalu lebih dari tiga hari, sedangkan aku masih menyisakan sebagian emas tersebut, kecuali sedikit yang aku sisakan untuk membayar hutang“. Pada hakekatnya harta adalah milik Allah dan manusia adalah hamba-Nya .Manusia hanyalah penjaga dan pengelola harta dari Allah SWT. Allah selalu menyeru hamba-Nya dengan kata-kata yang indah untuk mendermakan hartanya. Kata-kata itulah tergambar dalam sebuah ayat yang mengatakan bahwa Allah akan membeli harta orang mukmin untuk diganti dengan sesuatu yang lebih besar dan lebih mahal yaitu surga, seperti firman-Nya “Allah akan membeli harta dan jiwa kaum Mukmin dengan kepastian bahwa mereka akan mendapatkan surga“ (Taubah 111). Dalam hadis qudsi Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, kosongkanlah gudangmu untuk memenuhi apa yang ada di sisi-Ku. Engkau akan selamat dari kebakaran, kebanjiran, pencurian dan kejahatan. Itu semua lebih engkau butuhkan.“ (HR.Thabrani dan Baihaqi).
Kesuksesan hidup bukan ditentukan oleh seberapa banyak yang sudah kita raih, tapi seberapa banyak yang telah kita berikan. “We make a living by what we get, we make a life by what we give, - Keindahan hidup dapat kita rasakan, man kala kita lebih banyak memberi daripada menerima,“ ujar mantan Perdana Menteri Inggeris, Churchil. Sekelompok psikologi Eropa melakukan penelitian tentang manfaat berbagi. Hasilnya menakjubkan. Ternyata orang yang senang memberi dengan ikhlas memiliki daya tahan mental yang bagus, mampu menghadapi cobaan hidup dan terhindar dari stress. Kenyataan menunjukkan bagaimanapun hebatnya kita beribadah, tetap saja kita tidak akan dianggap sebagai orang baik oleh masyarakat sekitar kita, kalau kita pelit . “Doi sih emang rajin ibadah. Tapi sayangnya super pelit,“ kilah seseorang.

Abu Hazim memberi nasehat kepada para muridnya. “Berinfaklah kalian semua. Engkau jangan menghawatirkan anak-anakmu setelah ditinggal mati. Sebab jika mereka orang-orang beriman, Allah akan memberikan banyak rezeki kepada mereka. Sebaliknya jika mereka orang-orang yang fasik, harta peninggalanmu hanya akan menambah kefasikan mereka. Bertakwalah kepada-Nya dan serahkanlah urusan masa depan anak-anakmu kepada Allah. Dialah yang menjamin rezeki mereka“. Sedangkan Syaikh Abdul Qadir Jailani, sufi berkata “Apa saja yang berada dalam tangan kita atau yang kita miliki pada hakekatnya adalah milik Allah. Jadi sementara ia masih berada di tangan kita, gunakanlah dengan baik dan pada jalan Allah. Infakkanlah ia pada jalan Allah, karena apa yang kita infakkan pada jalan ini adalah harta yang hakiki“. Kemudian Syaikh Asy-Sya’rani, juga seorang sufi abad ke 9 H berkata, “Engkau jangan menghawatirkan anakmu ditimpa oleh kemiskinan. Akan tetapi, takutlah engkau jika anakmu ditimpa oleh kemiskinan ilmu dan keimanan. Harta yang engkau kumpulkan tidak akan menjamin mereka terbebas dari kefakiran. Yang akan menjamin mereka dari kefakiran adalah tekad yang kuat, iman yang kukuh dan niat yang baik. Jika mereka memiliki perihal dimaksud, walaupun engkau tidak meninggalkan harta, mereka akan menjadi orang yang lebih kaya daripada dirimu. Namun jika mereka lemah tekad, dan iman, sebanyak apapun harta yang engkau tinggalkan, mereka akan menjadi orang yang lebih miskin daripada dirimu“.

Karena itu Hakim bin Hazam, ulama salaf (generasi awal) bertutur, “Jika pada pagi hari di depan pintu rumahku tidak ada orang yang meminta-minta, maka aku pun tahu bahwa itu adalah salah satu musibah, karena aku kehilangan kesempatan melakukan perbuatan yang dengannya kuharap ampunan dari Allah“. Menurut Ibrahim Fathi Abdul Muqtadar, “Sedekah perbuatan yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ia bisa dilaksanakan kapan dan dimana saja, baik ketika dalam kondisi berkecukupan atau saat dalam kondisi berkekurangan, bahkan sedekah lebih utama dari pada haji sunat .Karena sedekah itu sifatnya tidak terbatas, sedangkan haji sunat itu terbatas“.

Berdasarkan pengalaman, “Siapa yang banyak memberi, ia akan banyak menerima. Itulah kekuatan hukum ajaib manajemen sedekah. Benarlah janji Allah dalam Al Quran dan sabda Rasul SAW dalam as sunnah, bahwa Allah akan melipatgandakan rezeki orang-orang yang senang menginfakkan atau mensedekahkan hartanya di jalan Allah (Al Baqarah 261).” Hasan Toha, Direktur P.T. Karya Toha Putra Semarang mempunyai keyakinan “Semakin besar zakat, sedekah yang dikeluarkan, semakin besar pula keuntungan yang didapatkan perusahaannya“.

Dasarnya firman Tuhan, “Barangsiapa menafkahkan hartanya, maka Dia akan menggantinya dengan yang lebih baik.“ (Saba 29).Imam Al Qayyim berkata, “Sesungguhnya sedekah memiliki khasiat yang menakjubkan dalam menangkal bahaya sekalipun orang yang bersedekah adalah orang yang berbuat dosa, zalim atau bahkan kafir“. ”Maka dari itu dengan sedekah, sungguh Allah menahan bagi penderma berbagai macam bahaya. Hal ini sudah diketahui seluruh penduduk bumi, mereka telah memahami kebaikan yang luar biasa dari sedekah, karena mereka telah mencobanya“ (Buku Rahasia Di Balik Sedekah oleh Ibrahim Fathi Abdul Muqtadar). Wallahualam. **

Renungan Bagi Penegak Hukum

“Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik“ ( Al Maidah 47 ).

Muhammad bin Al-Wasi’, ulama Tabiin berkata “Orang yang pertama kali didakwa pada Hari Kiamat adalah para hakim, dan sangat sedikit dari mereka yang selamat.“ Ada seorang sufi terkenal diminta untuk memimpin lembaga peradilan. Sufi tersebut berkonsultasi kepada gurunya dan berkata, “Wahai guru, apabila aku jadi diangkat sebagai hakim, tidak ada yang akan aku lakukan kecuali amar makruf nahi mungkar“. Sang guru berkata, “Sebenarnya, apa yang ada dalam benakmu tersebut hanyalah tipu daya setan. Sebab, orang-orang sebelummu tidak mampu menegakkan apa yang engkau ucapkan“. Suatu ketika Syaikh Al-Muzani ditawari jabatan hakim agung (qadhi al-qudhat) oleh seorang gubernur di Irak. Beliau menolak dengan alasan masih banyak orang yang layak memegang jabatan tersebut. Namun, gubernur memaksanya untuk menerima jabatan tersebut. Akhirnya Al-Muzani menerima tawaran itu dengan satu syarat “Apa syarat yang engkau ajukan kepadaku?“ tanya gubernur. Al Muzani berkata “Aku menerima jabatan ini dengan syarat, engkau dan orang-orang di lingkungan kekuasaanmu bersedia dihukum olehku jika melakukan kekeliruan“. Gubernur menjawab, “Aku memilihmu sebagai hakim agung karena aku yakin engkau dapat menghukumku jika aku berbuat salah. Sebab, aku perhatikan, hakim-hakim di lingkunganku tidak mau menghukumku dan kerabatku jika melakukan kekeliruan. Aku bersyukur kepada Allah mendapatkan orang sepertimu. Semoga Allah memperbanyak manusia yang bermental seperti dirimu“.

Dari Buraidah RA, Rasul SAW bersabda “Hakim itu terdiri atas tiga kelompok, dua kelompok berada di neraka dan satu kelompok berada di surga. Kelompok pertama adalah hakim yang mengetahui kebenaran (fakta), kemudian ia menetapkan keputusannya berdasarkan kebenaran tersebut, maka ia akan berada di surga. Kelompok kedua, adalah Hakim yang tahu kebenaran (fakta) tetapi ia tidak memutuskan berdasarkan kebenaran itu, maka ia berlaku zalim dalam hukum dan tempatnya adalah di neraka. Ketiga, hakim yang tidak tahu kebenaran (fakta) dan menetapkan keputusan kepada manusia berdasarkan kebodohannya, maka tempatnya di neraka“.

“Menjadi hakim memang sangat berat, sebab jika ia berlaku adil dalam memutuskan perkara, maka akan banyak tantangannya. Sebaliknya bila ia curang dalam mengambil keputusan, maka neraka menjadi tempat tinggalnya kelak. ‘Barangsiapa menjadi hakim, maka sungguh ia disembelih dengan tanpa (menggunakan) pisau‘ (HR.Abu Daud dan Turmuzi),“ kilah Bahron Ashori dalam tulisannya Beban Berat Hakim’.
“Begitu beratnya tugas Hakim sampai-sampai mereka diibaratkan memiliki dua kaki, satu menginjak surga dan lainnya menginjak neraka. Kesalahan sedikit saja akan menimbulkan dampak fatal .Karena itu, seorang Hakim hendaknya sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan, jangan sampai keputusannya menzalimi orang tidak bersalah. Hati nurani seorang Hakim harus terus-menerus dipertajam,“ demikian antara lain ujar KH. Didin Hafidhuddin dalam tulisannya ‘Hakim di Neraka‘.

Selain fasik menurut Al Maidah 47, seorang Hakim yang durhaka juga disebut orang yang zalim. “Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim“ (Al Maidah 45). Bahkan lebih tegas lagi Allah SWT memberi label sebagai orang kafir, “Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut yang yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir“ (Al Maidah 44). Karena itu, pantaslah neraka sebagai tempat tinggal bagi hakim yang durhaka. “Allah tidak akan menerima salat seorang hakim yang durhaka (memutuskan perkara bukan berdasarkan pada apa yang telah diturunkan oleh Allah)“ (HR. Al Hakim).

Satu ketika Khalifah Umar bin Khattab menghadiri sidang pengadilan. Begitu melihat Umar datang, hakim yang memimpin sidang menunjukkan rasa hormat secara berlebihan kepadanya. Umar lalu berkata “Bila anda tidak mampu memandang dan memperlakukan Umar dari orang biasa, sama dan sederajat, Anda tidak pantas menduduki jabatan Hakim”. Khalifah Ali bin Abi Thalib, juga menentang keras segala bentuk diskriminasi hukum. Ia pernah memperotes seorang hakim, karena dia dipanggil dengan gelar Abu Al Hasan. Sementara lawannya disebut dengan sebutan biasa.
Ketika Usman bin Affan menjadi khalifah, Ibnu Umar diminta untuk menduduki jabatan hakim agung. Tapi Ibnu Umar menolak. Alasannya, ”Pertama, hakim yang mengadili tanpa ilmu, maka ia dalam neraka. Kedua, hakim yang mengadili berdasar nafsu, maka juga di neraka. Ketiga, hakim yang berijtihad dan hasil ijtihadnya benar baru seimbang, artinya tidak dapat pahala dan tidak pula berdosa. Maka saya menolak jabatan itu,“ kilahnya.

Kita sadar bahwa supremasi hukum merupakan benteng pertahanan terakhir masyarakat. Jika hukum tegak, maka tegaklah masyarakat. Jika hukum rusak, maka akan rusak pula masyarakatnya. Wallahu’alamu bi ash shawab. **

Maksiat Menyebabkan Berbagai Bencana

“Musibah yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan kalian. Dan Allah memaafkan sebagian besar darinya“ (As-Syura 30).Bila rezeki kita kini terpuruk, jangan dulu berprasangka buruk, tapi siapa tahu masa lalu kita memang berlumur amal buruk. Rasulullah SAW bersabda, “Takutilah dosa, karena dosa itu akan menghancurkan kebaikan. Ada dosa yang menyebabkan rezeki tertahan, walaupun sudah dipersiapkan kepadanya“. Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW bersabda “Manusia tidak akan binasa sebelum mereka banyak melakukan dosa“.

Allah SWT berfirman, “Maka setiap-tiap (orang, golongan, kaum atau bangsa) Kami siksa karena dosanya.Ada di antaranya yang Kami tumpahkan hujan lebat (sampai banjir besar atau berjangkitnya penyakit), ada yang dihukum dengan suara guntur dan kilat sabung-menyabung ; ada lagi yang Kami benamkan ke dalam perut bumi; dan ada pula yang Kami tenggelamkan di tengah lautan. Semuanya itu bukanlah karena Tuhan menganiaya mereka, melainkan mereka menganianya diri sendiri“ (Al Ankabut 40). Pada waktu akhir-akhir ini beruntun – runtun terjadinya bencana yang menimpa manusia. Baik di tanah air kita maupun di berbagai benua di seluruh dunia, baik berupa bencana alam maupun berbagai peristiwa sedih lainnya.

“Tidaklah sekali-kali bangsa mengalami kehancuran, kalbu manusia menjadi rusak, rumah tangga berantakan; berbagai pendapat saling berseberangan; dan pemikiran menjadi kacau balau, kecuali karena berbagai macam dosa dan kedurhakaan telah membudaya di kalangan umat manusia,” demikian antara lain tulis Dr.’Aidh bin ‘Abdullah Al Qarni dalam buku ‘ Hidupkan Hatimu.’ Maksiat akan menghalangi seseorang mendapatkan kebahagiaan sejati. Hal itu karena pelaku maksiat di akhirat akan mendapatkan hukuman dari Allah. Sedangkan di dunia orang yang bermaksiat tidak akan mendapatkan ketenangan dalam hidupnya. Hal ini bukan hanya diakui oleh orang yang beragama Islam saja, namun diakui oleh manusia pada umumnya.Yaitu mereka yang memiliki hati nurani . “Hati nurani bagaikan black box ‘kotak hitam‘ yang merekam segala ‘ceritera‘ hidup ini. Kejadian demi kejadian dari waktu ke waktu direkam dengan apik oleh hati nurani. Saat inipun kita bisa kembali membuka rekaman yang terjadi sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Apakah kita melakukan dosa besar? Semua bisa kita ingat. Karena itulah, Allah menjadikan hati nurani bersaksi di hadapan Allah pada hari kiamat (QS.Al Aadiyaat 10). Jangan pernah bangga berhasil mendustai orang lain. Bersedihlah karena sebelumnya, kita mendustai diri kita sendiri. Jangan pernah merasa selamat dari dosa yang kita sembunyikan selama ini karena semua akan tampak di hari ‘persaksian,‘ demikian antara lain kilah M.Arifin Ilham dalam artikelnya ‘Hati Nurani‘. Salah satu contoh, demonstrasi rakyat Amerika terhadap invasi Amerika ke Irak adalah bukti konkrit bahwa pada dasarnya maksiat, kezaliman, penganiayaan itu tidak membuahkan kebahagiaan. Bahkan menurut Sokrates, orang yang berbuat kriminal lebih menderita daripada korbannya meskipun ia tidak dihukum karena kejahatannya, namun ia adalah orang yang paling menderita. Kadang ada kasus kejahatan yang pelakunya sulit dilacak. Berbagai usaha telah dilakukan namun gagal. Ternyata, orang tersebut malah menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib. Hal itu dilakukannya karena ia merasa selalu dijerat dosa.(Buku Menggapai Kebahagiaan Sejati oleh Muhammad Syafii Masykur).

Dalam buku ‘Puasa Lahir Puasa Batin‘ oleh Malaki Tabrizi antara lain disebutkan banyak yang hadis yang mengemukakan bahwa apabila sekelompok orang yang sedang duduk-duduk di suatu tempat, kemudian mereka beranjak menunaikan suatu perbuatan baik, maka setiap butir tanah yang dipijaknya akan berdoa dan meminta ampunan Allah SWT (beristighfar ) bagi mereka. Namun sebaliknya, apabila mereka terjerat kesibukan melakukan dosa, maka setiap keping tanah akan mengutuk mereka.
Jadi ada hubungan langsung antara eksistensi manusia dan lingkungan alam (dunia) ini. Apabila ia berdosa, semua makhluk mengutuknya.Karena seorang pendosa melangkah kearah yang bertentangan dengan tujuan suci penciptaan manusia.Dengan kata lain, tiap perbuatan dosa menimbulkan satu kekacauan dalam tujuan penciptaan manusia yang sesungguhnya tengah berproses menuju Allah. Maksiat menyebabkan berbagai kerusakan di bumi, baik pada air, udara, tanaman, buah, maupun tempat tinggal seperti ditegaskan Allah dalam surah Rum 41, ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia. Allah ingin agar mereka merasakan sebagian dari apa yang mereka kerjakan supaya mereka kembali“ (Al-Rum 41). Maksiat menyebabkan longsor dan gempa bumi serta hilangnya keberkahan. Suatu kali Rasulullah SAW melewati wilayah bekas perkampungan kaum Tsamud. Beliau melarang para sahabat untuk memasukinya kecuali dalam kondisi menangis serta melarang mereka meminum airnya atau mengambil air dari sumurnya. Karena dampak sial dari maksiat terdapat dalam air. Demikian pula dampak sial maksiat pada kerusakan buah-buahan.

Dampak laik dari maksiat alah kesialan dosa yang juga menimpa orang lain dan kendaraannya. Pelaku maksiat dan orang lain terkena sial dan gelapnya dosa. Abu Hurairah RA berujar, “Ayam mati di kandangnya karena tindakan orang yang zalim“. Sedangkan Mujahid bertutur, “Binatang melaknat orang-orang yang melakukan maksiat saat kekeringan datang dan hujan tidak turun. Mereka berkata, inilah kesialan dari maksiat yang dilakukan manusia.’ Juga Ikramah berkata, “Binatang melata di bumi, termasuk serangga mengeluh, ‘Hujan tidak turun akibat dosa manusia.’ Hukuman atas dosa tidak cukup, sampai makhluk yang tidak berdosa juga melaknatnya.’” Wallahualam. **

Antara Penguasa dan Rakyat Jelata

“Jika sikap seseorang bersesuaian ketika menyendiri dan ketika bersama orang banyak, Allah SWT berfirman kepada para malaikat, ‘Inilah hamba-Ku yang benar “.

Konon, saat itu sedang terjadi ”pilkada.” Seorang tokoh masyarakat yang mengincar kedudukan itu, berkampanye dengan mengangkat berbagai program kalau dia berhasil terpilih. Seorang ulama akhirat mengingatkan, “Janganlah Anda mengumbar sesuatu yang mustahil akan dapat Anda wujudkan kelak. Sekarang Anda bebas ngomong apapun, termasuk memberi janji-janji kepada rakyat. Tetapi setelah Anda berhasil meraih kedudukan yang Anda idamkan, tampaknya Anda akan lebih sibuk memelihara kedudukan itu daripada menunaikan janji-janji itu“. Sang tokoh tersinggung. Ia berkata ketus, “Apa hak Anda mengingatkan saya?“. “Saya hanya sekedar menjalankan ‘amr makruf nahyi munkar,“ jawab sang Ulama. “Tapi teguran Anda terlalu keras“. “Bahkan sangat lembut dibandingkan azab Allah yang akan menimpa Anda kelak, jika Anda ingkar janji. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang hamba (manusia) yang diberikan kekuasaan memimpin rakyat mati, sedangkan di hari matinya dia telah mengkhianati rakyatnya, maka Allah SWT mengharamkan surga kepadanya : (HR.Bukhari – Muslim),“ lanjut sang Ulama lagi.

Seorang murid bertanya kepada mursyid yang membimbingnya kearah pemahaman spiritual. Ia bertanya, “Mengapa zaman sekarang banyak orang suka mengumbar janji, Guru?“. ”Karena banyak orang merasa sok kuasa. Mereka merasa mudah berkata akan melakukan ini, itu, tanpa takut ditagih oleh orang-orang yang diberi janji, karena banyak cara untuk menghindar. Antara lain, rekayasa dan lempar batu sembunyi tangan,“ jawab gurunya. Kemudian sang guru melanjutkan, “Padahal, keharusan menepati janji merupakan perintah Allah SWT sebagaimana dalam firman-Nya ‘Tepatilah janji, sesungguhnya janji itu akan ditagih‘ (Israk 34). Justru karena perintah Allah SWT, manusia suka mengabaikannya. Sekarang ini lebih banyak orang berani melanggar hukum Allah daripada melanggar hukum manusia“.

Dalam buku ‘Percikan Hikmah’ oleh H.Usep Romli HM antara lain dikisahkan, kelak ketika terjadi hari kiamat, semua manusia digiring ke padang mahsyar. Serombongan rakyat jelata dan orang-orang miskin mendapat dispensasi menempati jajaran paling depan. Kelompok yang terdiri para penguasa, raja-raja, dan orang-orang besar, yang terlempar ke urutan paling belakang protes keras. Malaikat pengatur barisan memberi penjelasan kepada para pemrotes. “Ketika di dunia, Anda sekalian sering mendapat berbagai fasilitas dan kelonggaran yang memungkinkan Anda diistimewakan. Nah, sekarang saatnya Anda membuktikan keadilan yang tak sempat kalian praktekkan, walaunpun dulu sering kalian omongkan. Biarlah orang-orang kecil dan miskin, yang dulu selalu Anda singkirkan, mencicipi sedikit fasilitas. Sekarang pula saatnya Anda berbagi rasa dengan mereka. Disini Anda harus menanggalkan segala anggapan bahwa Anda lebih utama dari mereka. Lagipula, yang berlaku saat ini bukan protes dan kata-kata, melainkan amal kebajikan“.

Terkait peristiwa diatas, ada baiknya kita simak nasehat Amr bin Ubayd, salah seorang ulama Tabi’in kepada khalifah Ja’far Al Mansyur. “Ya Amirul Mukminin, pada hari hisab nanti, seluruh penguasa akan dihadirkan dihadapan Mahkamah Yang Maha Agung dan Maha Adil. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban dari setiap perbuatannya. . Seluruh rakyat akan menjadi pendakwamu, sekaligus menjadi saksi atas segala amal perbuatanmu selama engkau berkuasa. Allah tidak akan ridha kepada engkau, kecuali dengan keridhaan rakyat dan perbuatan baikmu. Oleh karena itu, hendaklah engkau berlaku adil terhadap rakyat dalam menegakkan syariat agama Allah. Di belakangmu ada api yang menyala-nyala. Api itu selalu menanti pelaku kezaliman sebagai bahan bakarnya“. Lalu bagaimana reaksi khalifah Ja’far Al Mansyur? “Berilah aku petuah agar aku dapat mengatasi segala persoalan dalam kekuasaanku“.

Dalam sebuah pertemuan tingkat tinggi, seorang penguasa di sebuah negara membeberkan jasa-jasanya terhadap bangsa dan Negara. ”Untuk mensejahterakan penduduk negeri, saya rela menyingkirkan kepentingan-kepentingan pribadi. Saya tidak lagi memikirkan kesenangan diri sendiri. Siang malam saya selalu terjaga, hanya memikirkan kepentingan Negara dan bangsa,“ kilahnya. Tentu saja tak ada seorang pun pejabat yang membantah. Bahkan semua serempak membenarkannya. Kecuali, seorang penasehat spiritual yang menjadi kepercayaan penguasa itu.

“Anda memang sangat berjasa,“ bisiknya. “Namun jasa-jasa Anda mendapat imbalan yang lebih dari cukup. Antara lain, Anda memiliki kewenangan membuat pernyataan-pernyataan yang direkayasa demi kepentingan posisi Anda dan kawan-kawan Anda. Keluarga Anda juga mendapat berbagai fasilitas luar biasa, sehingga mereka menjadi penguasa dan pengusaha yang berperan memperkuat kedudukan Anda dan kawan-kawan. Dan yang lebih penting, Anda bebas mencatut nama rakyat, untuk segala tindakan Anda yang merugikan rakyat sekalipun. Maka wajar saja jika Anda kurang makan dan kurang tidur karena memikirkan rakyat. Bukan karena mensejahterakan mereka, melainkan karena Anda dan rezim Anda selalu ketakutan jika suatu waktu rakyat menggugat Anda“. Wallahualam. **

Andaikan Manusia Tidak Berbuat Maksiat

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar ……….” ( Ar-Rum 41-42 ).

Rasulullah SAW bersabda, “Hukuman yang telah ditentukan (hudud) dan yang ditegakkan di muka bumi, lebih menyenangkan bagi penduduk bumi daripada turunnya hujan selama 40 hari“ (HR.Abu Daud). “Apabila hukuman hudud ditegakkan dengan benar, maka manusia dapat tercegah dari perbuatan maksiat dan pelanggaran. Dan apabila kemaksiatan telah ditinggalkan, maka berkah untuk langit dan bumi akan mengalir,“ demikian antara lain tulis Abu Dzar Al-Qilmani dalam bukunya Misteri Rezeki‘. Bukankah Allah SWT.telah memastikan dalam firman-Nya, “Jika sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.“(Al A’raf 96).

Dalam surah Jin ayat 16 Allah menegaskan, “Kalau saja mereka tetap konsisten pada jalan kebenaran tentu Kami akan menganugerahkan kepada mereka karunia yang melimpah,“ ujar Ibn Qayyim al-Jawziyyah. ”Ketika seorang hamba terus melakukan ketaatan, ia menjadi terbiasa dan menyukainya sehingga Allah mengirimkan malaikat yang terus mendukungnya dan membangunkannya dari kasur untuk melakukan ketaatan“. Karena itu diantara ulama salaf berdoa “Ya Allah, muliakanlah aku dengan taat kepada-Mu dan jangan hinakan diriku dengan maksiat kepada-Mu“.

Seorang hamba terhalang dari rezeki lantaran dosa yang diperbuatnya. Dalam hadis disebutkan, “Roh Kudus (Malaikat Jibril) membisikkan kepadaku bahwa nyawa ini tidak akan mati sampai ia menghabiskan rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam meminta. Sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan taat kepada-Nya.Allah telah meletakkan kesenangan dan kegembiraan pada sikap ridha dan yakin, sementara Dia meletakkan kerisauan dan kesedihan pada sikap ragu dan murka“.Telah disebutkan dalam satu riwayat yang ditulis Imam Ahmad dalam al-Zuhd: “Aku adalah Allah. Jika ridha, Aku memberkahi, dan keberkahan-Ku tidak terhingga. Jika murka, Aku melaknat, dan laknat-Ku mencapai tujuh turunan”. Luasnya rezeki dan amal, kilah Ibn Qayyim al_Jawziyyah dalam buku ‘Kiat Membersihkan Hati dari Kotoran Maksiat‘, bukan diukur dari banyaknya, dan panjangnya umur bukan diukur dari bilangan tahun. Luasnya rezeki dan panjangnya umur diukur dengan keberkahan. Kelak, ketika Nabi AS turun ke bumi pada akhir zaman, ia akan berkata kepada bumi, “Wahai bumi, keluarkanlah seluruh berkahmu.” Yakni ketika satu buah delima dapat dimakan oleh sekelompok orang banyak dan mereka dapat berteduh di bawah pohonnya serta perahan susu dapat diminum oleh sejumlah orang banyak. Itu semua terjadi karena tegaknya syariat Rasulullah SAW. Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang penjahat telah mati, maka manusia, negara ,pepohonan dan tumbuh-tumbuhan akan tenang“.

Imam Ahmad menceritakan dalam Musnad-nya. “Di lemari perbendaharaan Bani Umayyah terdapat biji gandum sebesar kurma. Biji itu disimpan dalam kantong bertuliskan, ‘Ini tumbuh di zaman keadilan.’ ”Sejumlah orang tua yang tinggal di padang pasir menceritakan bahwa dulu mereka biasa mendapat buah yang lebih besar daripada buah yang ada saat ini, dan berbagai kekurangan yang terjadi saat ini tidak pernah mereka kenal sebelumnya.” “Ada sebagian ulama yang usianya mencapai 100 tahun namun masih tetap kelihatan segar dan sehat, baik fisik maupun akalnya (tidak pikun). Maka suatu hari dia melompat dengan satu lompatan yang mengherankan (karena dilakukan oleh orang tua), sehingga ada yang mencelanya. Kemudian dia berkata: “Anggota tubuhku ini telah kami jaga dari perbuatan maksiat ketika masih muda, maka sekarang anggota tubuh ini menjaga kami ketika kami sudah tua“ (Buku Yang Mereka Lakukan di Tengah Malam oleh Abdul Malik Al-Qasim).

Ketika Imam Al-Syafei duduk dan membaca di hadapan Imam Malik, Imam Malik kagum dengan kecerdasan dan pemahamannya yang sempurna. Sang guru pun berkata, “Kelihatannya, Allah telah menanamkan cahaya dalam hatimu. Karena itu , janganlah kaupadamkan cahaya itu dengan kegelapan maksiat“. Malaikat senantiasa mendekat kepada hamba ketika ia taat kepada Allah. Ketika itulah malaikat menyertai hamba, baik saat hidup,saat mati, maupun saat dibangkitkan, seperti dalam firman-Nya.“ Sesungguhnya orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah “kemudian mereka istiqamah, malaikat turun kepada mereka dengan berkata, “Janganlah kalian takut dan janganlah kalian sedih. Bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah untuk kalian. Kami adalah pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat.“ (Al Fushilat 30-31). Ketika malaikat menyertainya, berarti ia bersama makhluk paling tulus dan paling berguna baginya. Malaikat meneguhkannya, mengajarinya, menguatkan tekadnya, serta mendukungnya. Allah berfirman, Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, “ Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang beriman “ (Al Anfal 12). Wallahualam. **

Pemimpin yang Didamba

Pemimpin, sejatinya adalah mereka yang memiliki kemampuan menjelajahi hati pengikut mereka. Hal itu ditandai dari kepemimpinannya yang apabila makin menempati posisi-posisi tinggi makin tinggi pula kearifannya. Pemimpin semacam ini mampu membangkitkan kesadaran orang-orang yang dipimpinnya, ia justru bisa membuat maju orang-orangnya. Rasulullah SAW adalah teladan utama kita. Allah SWT pun mengakui keteladanan beliau seperti disebut dalam Al Quran “Dalam diri Rasul itu terdapat suri teladan yang luhur“ (Al Ahzab 21). Jadi kalau kita yang menjadi pemimpin umat, maka logikanya kita adalah contoh keteladanan. Rakyat negeri ini akan mengikuti teladan pemimpinnya. Kalau pemimpinnya baik, rakyatnya selaku pengikut akan baik pula. Sebaliknya kalau keteladanan pemimpinnya buruk, imbasnya ialah, rakyatnya pun ikut buruk. Sehingga, kalau sudah merasa diri ini sebagai teladan, jangan pernah sedikitpun menyuruh orang lain sebelum menyuruh dirinya sendiri.
Jangan pernah melarang orang sebelum melarang diri sendiri. Allah SWT mengancam, “Hai orang-orang yang beriman , mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu perbuat ? Amat besar kebencian di sisi Allah SWT bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan“ (Al-Shaffat (37): 2-3). Khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib KW pernah mengirim surat kepada Gubernur Al Asthar di Kairo. Isinya antara lain, “Pemimpin itu harus bisa melihat dengan mata rakyat, harus mengerti bahasa rakyat dan merasakan perasaan rakyat. Memajukan kemakmuran rakyat adalah tugas setiap pemimpin“. ”Orang yang mendapat kenaikan jabatan semestinya semakin rendah hati karena tanggung jawabnya semakin berat,“ tutur Umar bin Abdul Aziz.
Di zaman Tabi’in, pernah sekelompok perwakilan budak menemui seorang ulama besar, Al Hassan Al Basri RA. Mereka melaporkan praktik perbudakan yang membuat mereka menderita. Mereka memohon agar Al Hassan Al Barsi dalam khotbah Jumatnya mengimbau para pemilik budak itu terdorong untuk memerdekakan atau minimal memperlakukan budak-budaknya secara lebih manusiawi. Tapi baru pada Jumat ke empat tokoh ulama kharismatik itu menyinggung tema itu dalam khotbahnya.
Ternyata setelah mendengar khotbah tersebut, para pemilik budak itu menjadi tersentuh hatinya dan sampai waktu sore hari, hari itu, sebagian besar budak telah dibebaskan. Tidak berapa lama, para budak yang pernah mengunjungi ulama kota Basrah itu, datang menemuinya. Selain untuk mengucapkan terima kasih, juga bertanya kenapa baru minggu ke empat beliau mengangkat topik tersebut ? Bagaimana jawaban Al Hassan? “Yang membuat aku menunda pembicaraan ini adalah karena aku tidak memiliki budak dan juga tidak memiliki uang. Aku menunggu sampai Allah SWT mengaruniakan harta kepadaku, sehingga aku dapat membeli budak. Lalu budak itu aku bebaskan. Kemudian barulah aku berbicara dalam khutbah, mengajak orang untuk membebaskan budak. Allah SWT pun memberkati ucapanku karena perbuatanku membenarkan ucapanku itu“.
“Pemimpin yang diidam-idamkan adalah pemimpin yang jujur, bersih, dapat dipercaya, dan tidak mengobral janji. Ia adalah orang yang cakap, kerjanya professional, kreatif, inovatif, dan mampu mengelola sumber daya bangsa ini yang begitu dahsyat alamnya. Akhlaknya pun mulia, trampil dan bersahaja serta tidak banyak gaya,” demikian antara lain tulis Aa Gym dalam buku’Meraih Bening Hati Dengan Manajemen Qolbu‘.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, umat Islam di sekitar Madinah ditimpa bencana kelaparan yang telah menyebabkan wabah penyakit dan kematian. Saat itu Umar bersumpah, “Saya tidak akan mengecap minyak samin dan makan daging. Bagaimana saya dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau saya sendiri tiada merasakan yang mereka derita.” Kemudian Khalifah kedua ini melanjutkan, “Kalau negara makmur, biar saya yang terakhir menikmatinya, tapi kalau Negara dalam kesulitan biar saya yang pertama kali merasakannya“. Subhanallah. Pemerintahan yang bertaqwa, pada dunia fauna pun ia harus berbuat adil. Umar bin Khattab pernah menangis karena kematian seekor kambing milik rakyatnya. Dia berucap, “Wahai Tuhan, jangan salahkan Umar karena matinya seekor kambing rakyatnya.“
Sebuah prestasi kepemimpinan tidak dinilai dari seberapa banyak penghargaan yang telah ia terima. Tapi sebuah prastasi dinilai dari usahanya untuk menyejahterakan rakyat dan membimbing mereka ke jalan kebaikan bukan kemungkaran. Dalam hal ini dibutuhkan kesabaran dari para pemimpin. Bukankah Allah selalu beserta orang-orang yang sabar?
Dalam Islam seperti dipraktekkan Rasulullah SAW dan Khulafa’ur Rasyidin, pemerintah adalah khadam yang berkhidmad untuk rakyat. Mereka bukan saja tidak mengambil harta rakyat yang diamanahkan, bahkan harta-harta mereka pun dikorbankan untuk kepentingan Negara dan rakyat. Mereka hidup lebih zuhud daripada rakyat bahkan ketika mati tidak meninggalkan kekayaan apa-apa. Beberapa riwayat menjelaskan, Abu Bakar ketika menjadi khalifah pertama, masih membantu memerah susu untuk tetangganya seorang perempuan janda tua.Umar bin Khattab, pengganti Abu Bakar, masih mau membawa daging dengan tangan kiri dan susu di tangan kanannya. Ali bin Abi Thalib pun saat menjadi khalifah tidak segan-segan membeli daging sendiri dan membawanya pulang.Abu Hurairah saat menjadi gubernur di Madinah masih terlihat pula memikul sendiri kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangganya .
Patut kita simak nasehat seorang ulama zaman dulu “Salah satu sifat dari pemimpin yang baik adalah bukan pendendam. Ketika telah terpilih, dia tidak memusuhi orang-orang yang tidak memilihnya. Bahkan juga tidak anti lawannya. Segera setelah pemilihan usai, persaingan pun berubah menjadi persahabatan yang sejati“. Abu Bakar bukan berpesta pora ketika diangkat menjadi khalifah menggantikan Rasulullah SAW. Beliau malah menangis. Padahal selama menjadi pendamping Rasul, beliau adalah tangan kanan terbaik Nabi. Ujar Abu Bakar, “Apa yang harus kujawab menghadapi pertanyaan Allah di hari yang dahsyat nanti?“ Wallahulam. **

Andaikan Manusia Tak Berbuat Maksiat

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar ...” (Ar-Rum 41-42 ). Rasulullah SAW bersabda, “Hukuman yang telah ditentukan (hudud) dan yang ditegakkan dimuka bumi, lebih menyenangkan bagi penduduk bumi daripada turunnya hujan selama 40 hari“ (HR.Abu Daud). “Apabila hukuman hudud ditegakkan dengan benar, maka manusia dapat tercegah dari perbuatan maksiat dan pelanggaran. Dan apabila kemaksiatan telah ditinggalkan, maka berkah untuk langit dan bumi akan mengalir,“ demikian antara lain tulis Abu Dzar Al-Qilmani dalam bukunya ‘Misteri Rezeki‘. Bukankah Allah SWT telah memastikan dalam firman-Nya, “Jika sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan“ (Al A’raf 96).

Dalam surah Jin ayat 16 Allah menegaskan, “Kalau saja mereka tetap konsisten pada jalan kebenaran tentu Kami akan menganugerahkan kepada mereka karunia yang melimpah,“ ujar Ibn Qayyim al-Jawziyyah,”Ketika seorang hamba terus melakukan ketaatan, ia menjadi terbiasa dan menyukainya sehingga Allah mengirimkan malaikat yang terus mendukungnya dan membangunkannya dari kasur untuk melakukan ketaatan.“ Karena itu diantara ulama salaf berdoa, “Ya Allah, muliakanlah aku dengan taat kepada-Mu dan jangan hinakan diriku dengan maksiat kepada-Mu“.

Seorang hamba terhalang dari rezeki lantaran dosa yang diperbuatnya. Dalam hadis disebutkan, “Roh Kudus (Malaikat Jibril) membisikkan kepadaku bahwa nyawa ini tidak akan mati sampai ia menghabiskan rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam meminta. Sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan taat kepada-Nya.Allah telah meletakkan kesenangan dan kegembiraan pada sikap ridha dan yakin, sementara Dia meletakkan kerisauan dan kesedihan pada sikap ragu dan murka“.

Telah disebutkan dalam satu riwayat yang ditulis Imam Ahmad dalam al-Zuhd : “Aku adalah Allah. Jika ridha, Aku memberkahi, dan keberkahan-Ku tidak terhingga. Jika murka, Aku melaknat, dan laknat-Ku mencapai tujuh turunan.” Luasnya rezeki dan amal, kilah Ibn Qayyim al_Jawziyyah dalam buku ‘Kiat Membersihkan Hati dari Kotoran Maksiat,‘ bukan diukur dari banyaknya, dan panjangnya umur bukan diukur dari bilangan tahun. Luasnya rezeki dan panjangnya umur diukur dengan keberkahan. Kelak, ketika Nabi AS turun ke bumi pada akhir zaman , ia akan berkata kepada bumi, “Wahai bumi, keluarkanlah seluruh berkahmu.” Yakni ketika satu buah delima dapat dimakan oleh sekelompok orang banyak dan mereka dapat berteduh dibawah pohonnya, serta perahan susu dapat diminum oleh sejumlah orang banyak. Itu semua terjadi karena tegaknya syariat Rasulullah SAW. Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda “Apabila seorang penjahat telah mati, maka manusia, negara, pepohonan dan tumbuh-tumbuhan akan tenang.“

Imam Ahmad menceritakan dalam Musnad-nya, “Di lemari perbendaharaan Bani Umayyah terdapat biji gandum sebesar kurma. Biji itu disimpan dalam kantong bertuliskan, ‘Ini tumbuh di zaman keadilan.’ ”Sejumlah orang tua yang tinggal di padang pasir menceritakan bahwa dulu mereka biasa mendapat buah yang lebih besar daripada buah yang ada saat ini, dan berbagai kekurangan yang terjadi saat ini tidak pernah mereka kenal sebelumnya. “Ada sebagian ulama yang usianya mencapai 100 tahun namun masih tetap kelihatan segar dan sehat, baik fisik maupun akalnya (tidak pikun). Maka suatu hari dia melompat dengan satu lompatan yang mengherankan ( karena dilakukan oleh orang tua ), sehingga ada yang mencelanya. Kemudian dia berkata : “Anggota tubuhku ini telah kami jaga dari perbuatan maksiat ketika masih muda, maka sekarang anggota tubuh ini menjaga kami ketika kami sudah tua“ (Buku Yang Mereka Lakukan di Tengah Malam oleh Abdul Malik Al-Qasim).

Ketika Imam Al-Syafei duduk dan membaca di hadapan Imam Malik, Imam Malik kagum dengan kecerdasan dan pemahamannya yang sempurna. Sang guru pun berkata “Kelihatannya, Allah telah menanamkan cahaya dalam hatimu. Karena itu , janganlah kaupadamkan cahaya itu dengan kegelapan maksiat“. Malaikat senantiasa mendekat kepada hamba ketika ia taat kepada Allah. Ketika itulah malaikat menyertai hamba, baik saat hidup,saat mati, maupun saat dibangkitkan, seperti dalam firman-Nya “Sesungguhnya orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah“ kemudian mereka istiqamah, malaikat turun kepada mereka dengan berkata, “Janganlah kalian takut dan janganlah kalian sedih. Bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah untuk kalian. Kami adalah pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat“ (Al Fushilat 30-31). Ketika malaikat menyertainya, berarti ia bersama makhluk paling tulus dan paling berguna baginya. Malaikat meneguhkannya, mengajarinya,menguatkan tekadnya, serta mendukungnya. Allah berfirman, Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, “ Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang beriman “ (Al Anfal 12). Wallahualam. **